Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Masuk "Busway", Pelajaran untuk APTB

Kompas.com - 25/05/2016, 10:23 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta merencanakan akan melarang bus angkutan perbatasan terintegrasi transjakarta (APTB) masuk busway per 1 Juni mendatang.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, dilarangnya APTB masuk busway karena banyaknya laporan yang menyebut masih seringnya bus-bus APTB melanggar aturan.

Mereka memungut biaya tambahan kepada penumpang yang naik di sepanjang koridor transjakarta hingga keluar masuk busway untuk menaikturunkan penumpang.

"Padahal, sudah ada perjanjian penumpang tidak perlu membayar lagi ketika mereka naik APTB  dari halte transjakarta," kata Andri saat dihubungi, Selasa (24/5/2016).

Adanya rencana larangan APTB masuk busway sebenarnya bukan yang pertama kalinya. Tercatat sejak awal 2015, ancaman serupa sudah beberapa kali dilontarkan. Namun, pada akhirnya batal dan tak jadi dilaksanakan.

Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memastikan larangan bus APTB masuk busway kali ini tidak akan lagi batal seperti sebelum-sebelumnya.

Menurut Ahok, batalnya pelarangan APTB masuk busway pada masa lalu karena belum mencukupinya bus yang digunakan untuk transjakarta. Namun, kini ia memastikan jumlah bus transjakarta sudah mencukupi.

"Kemarin bus kita belum cukup. Setelah bus kita cukup, kamu ikut aturan kita aja deh. Ternyata enggak mau juga. Karena enggak mau ya kita potong," kata dia di Balai Kota.

Ia pun meminta operator APTB untuk menandatangani kontrak rupiah per kilometer dengan PT Transportasi Jakarta.

Josephus Primus Karcis bus Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB). Bus APTB dari wilayah perbatasan Jakarta seperti Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok, masuk ke jalur busway untuk menaikturunkan penumpang.

"Tak ada lagi toleransi. Kita sudah kasih kesempatan sampai 1-2 tahun, lho," ujar Ahok.

Dari enam operator APTB, ada tiga yang belum menandatangani kontrak rupiah per kilometer dengan PT Transjakarta. Ketiganya adalah Agra Mas, Sinar Jaya, dan Hiba Utama.

Sementara itu, tiga operatora lainnya sudah menandatangani kontrak. Mereka adalah Pengangkutan Penumpang Djakarta, Mayasari Bakti, dan Bianglala.

Menurut Ahok, banyak keuntungan yang didapat operator APTB, yang bersedia menandatangani kontrak rupiah per kilometer. Keuntungan itu meliputi kepastian keuntungan dan tidak adanya lagi keharusan bagi sopir untuk mengejar setoran.

"Kalau sekarang jumlah penumpangnya enggak sesuai, dia enggak mau jalan. Coba kalau kita bayar rupiah per kilometer, ada dan tidak ada penumpang kan dia jalan. Jadi ini akan menguntungkan penumpang," kata Ahok.

Sampai sejauh ini, Dishubtrans memastikan pelarangan APTB tidak akan berdampak meski dilarang masuk busway, bus-bus eks APTB nantinya tetap boleh beroperasi. Namun, di luar busway dan tidak boleh lagi menggunakan atribut bertuliskan APTB.

Kompas TV Ahok Akan Hapus APTB
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com