Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari "Mens Rea" Ahok di Kasus Lahan RS Sumber Waras

Kompas.com - 03/06/2016, 09:19 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Namun, UU Administrasi Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa diskresi adalah wewenang yang melekat pada PNS dan pejabat negara. Dengan demikian, selama tidak ada aturan yang ditabrak, pejabat bisa saja membuat terobosan yang tidak tercantum dalam aturan.

"Lalu apa bedanya pemimpin yang satu dengan yang lainnya kalau semua ikut regulasi seperti robot? Justru yang membedakan adalah inovasi," ujar Refly. (Baca: KPK: Kalau Kasus Sumber Waras Hanya Kesalahan Prosedur, Tak Ada Niat Jahat, Ya Susah)

Inovasi

Dalam berbagai kesempatan, Ahok sering mengatakan bahwa ia tidak senang dengan proses birokrasi yang berbeli-belit dalam pengadaan barang dan jasa. Ia pun selalu berpegangan pada celah hukum yang dapat memangkas prosedur yang lama.

Dalam kasus Sumber Waras, misalnya, temuan BPK terkait prosedur pengadaan, seperti penunjukan lokasi, studi kelayakan, kajian teknis, dan penetapan lokasi, dapat dimentahkan melalui Pasal 121 Perpres 40/2014.

Pasal ini berbunyi, "Demi efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah di bawah lima hektare dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak."

Lahan Sumber Waras seluas 3,6 hektar seharusnya dapat dibeli tanpa pusing-pusing meributkan appraisal, penawaran pihak lain, dan penentuan NJOP. (Baca: Ketua Yayasan Sumber Waras Berikan Keterangan kepada Penyelidik KPK)

Begitu pula dengan pengerjaan konstruksi atau pembangunan, pada 2015 lalu, Ahok menelurkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan. Dengan pergub ini, proyek tidak perlu melalui tahapan konvensional, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pengembang dapat mengajukan rancangan dan langsung membangun.

Pergub ini berangkat dari keluh kesah Ahok kepada Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus, yang saat itu masih menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), sering dimintai saran oleh Ahok yang jengah terhadap prosedur birokrasi yang lambat.

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, selama pengambilan keputusan masih dalam koridor hukum yang jelas dan mengikuti asas pemerintahan yang baik, maka pejabat publik seharusnya justru didorong untuk membuat terobosan, bukannya dipidanakan.

"Kalau mereka semua ikutin regulasi sih aman, tapi tidak ada kemajuan apa-apa selama lima tahun menjabat," kata Refly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget 'Papi Chulo' hingga Terjerat Narkoba

Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget "Papi Chulo" hingga Terjerat Narkoba

Megapolitan
Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com