Namun, UU Administrasi Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa diskresi adalah wewenang yang melekat pada PNS dan pejabat negara. Dengan demikian, selama tidak ada aturan yang ditabrak, pejabat bisa saja membuat terobosan yang tidak tercantum dalam aturan.
"Lalu apa bedanya pemimpin yang satu dengan yang lainnya kalau semua ikut regulasi seperti robot? Justru yang membedakan adalah inovasi," ujar Refly. (Baca: KPK: Kalau Kasus Sumber Waras Hanya Kesalahan Prosedur, Tak Ada Niat Jahat, Ya Susah)
Inovasi
Dalam berbagai kesempatan, Ahok sering mengatakan bahwa ia tidak senang dengan proses birokrasi yang berbeli-belit dalam pengadaan barang dan jasa. Ia pun selalu berpegangan pada celah hukum yang dapat memangkas prosedur yang lama.
Dalam kasus Sumber Waras, misalnya, temuan BPK terkait prosedur pengadaan, seperti penunjukan lokasi, studi kelayakan, kajian teknis, dan penetapan lokasi, dapat dimentahkan melalui Pasal 121 Perpres 40/2014.
Pasal ini berbunyi, "Demi efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah di bawah lima hektare dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak."
Lahan Sumber Waras seluas 3,6 hektar seharusnya dapat dibeli tanpa pusing-pusing meributkan appraisal, penawaran pihak lain, dan penentuan NJOP. (Baca: Ketua Yayasan Sumber Waras Berikan Keterangan kepada Penyelidik KPK)
Begitu pula dengan pengerjaan konstruksi atau pembangunan, pada 2015 lalu, Ahok menelurkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan. Dengan pergub ini, proyek tidak perlu melalui tahapan konvensional, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pengembang dapat mengajukan rancangan dan langsung membangun.
Pergub ini berangkat dari keluh kesah Ahok kepada Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus, yang saat itu masih menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), sering dimintai saran oleh Ahok yang jengah terhadap prosedur birokrasi yang lambat.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, selama pengambilan keputusan masih dalam koridor hukum yang jelas dan mengikuti asas pemerintahan yang baik, maka pejabat publik seharusnya justru didorong untuk membuat terobosan, bukannya dipidanakan.
"Kalau mereka semua ikutin regulasi sih aman, tapi tidak ada kemajuan apa-apa selama lima tahun menjabat," kata Refly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.