Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari "Mens Rea" Ahok di Kasus Lahan RS Sumber Waras

Kompas.com - 03/06/2016, 09:19 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sudah lebih dari sembilan bulan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras diselidiki oleh KPK. Massa anti-Ahok terus mendesak agar KPK cepat menetapkan tersangka, yang tak lain menurut mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat berencana mengumumkan hasil penyelidikannya. Saat ini, penyelidikan kasus tersebut sudah dalam tahap akhir sebelum ditentukan kelanjutannya.

Para ahli keuangan dan pertanahan diminta memberi penilaiannya agar KPK dapat memutuskan apakah ada unsur pidana dalam kasus ini atau tidak. Jika tidak, maka kasus ini kemungkinan tidak dilanjutkan lagi atau digugurkan.

Kisruh kasus ini bermula ketika pada 2015, BPK mengeluarkan hasil audit atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. BPK menyebut adanya kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. Pemprov juga dinilai menyalahi prosedur dalam pengadaan lahan ini.

Lantas, jika memang benar ada kesalahan, mengapa KPK tak juga menetapkan tersangka dalam kasus ini?

Pimpinan KPK berulang kali menyatakan bahwa sulit memidanakan seseorang tanpa mens rea atau niat jahat. Dengan adanya niat merusak, mengambil keuntungan, memperkaya diri, atau merugikan negara, sangat mudah meningkatkan status ke tahap penyidikan.

"Kami harus yakin betul di dalam kejadian itu ada niat jahat. Kalau hanya kesalahan prosedur, tetapi tidak ada niat jahat, ya susah juga," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu silam. (Baca: Tahap Final, KPK Segera Umumkan Hasil Penyelidikan Kasus Sumber Waras)

Dilema pejabat publik

Pakar hukum tata negara Refly Harun juga menggarisbawahi mens rea dalam beberapa kasus yang menjerat Ahok. Refly menilai, niat jahat ini menjadi kunci untuk membedakan pejabat yang buruk dengan yang baik. Pasalnya, kesalahan saja tidak bisa membuat pejabat dipidanakan.

Kerugian, misalnya, tidak dinilai sebagai kejahatan atau kesalahan berat dalam kebijakan pejabat. Refly menilai pemerintah bukan seperti badan usaha yang harus untung. Justru sebaliknya, pemerintah harus memakai anggaran.

"Prosedur seperti itu sering menjerat pejabat publik. Padahal, kita cuma bicara prosedur lho. Kalau negara rugi dan pejabat publik yang bersangkutan tidak mengambil keuntungan apa-apa, tidak boleh dikriminalkan," ujarnya di Jakarta Pusat, Kamis (2/6/2016).

Pengambilan keputusan ini yang kemudian menjadi dilema bagi publik. Jika pidana mengancam pejabat publik yang keliru, tentu semua akan bermain aman. Refly menilai, jika memang terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, seharusnya diperbaiki dan bukan dikriminalisasi.

Terkait kasus Sumber Waras, Pemprov tentu tidak bisa membatalkan pengadaan lahan yang sudah dibayarkan itu. Yayasan Sumber Waras belum tentu mau membeli lagi lahan yang dijualnya dengan harga yang sama.

"Semua safety player. Harapan Pak Jokowi tidak tercapai. Harusnya penyidik mencari orang yang punya mens rea, bukan yang sekadar salah dari administrasi pemerintahan. Karena kalau salah dari administrasi sering terjadi," kata Refly.

Dalam tata kelola negara yang baik, pejabat yang berani mengambil keputusan dan membuat inovasi adalah pejabat yang diamini publik. Inovasi ini yang memang berpotensi membuat pejabat akhirnya harus menabrak aturan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com