JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pareira, mengatakan bahwa partainya masih membuka peluang untuk mengusung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersama Djarot Saiful Hidayat sebagai calon kepala daerah pada Pilkada DKI 2017. Namun, Ahok harus mengakui terlebih dahulu bahwa jalur independen yang ditempuhnya bersama kelompok relawan "Teman Ahok" adalah langkah yang salah.
Politisi PDI-P lainnya, Aria Bima bahkan meminta untuk Ahok kembali ke 'kandang' yakni partai politik. Ahok diminta maju lewat jalur partai politik, bukan perseorangan.
"Walaupun (jalur independen) tidak dilarang hukum, setahu saya, calon independen akhirnya diperbolehkan, apabila tidak ada parpol yang mau mengusung. Akhirnya, opsinya diberi ruang calon independen, tetapi akibatnya parpol tidak mau mengusung," kata anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Namun Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, jika kesempatan PDI-P dan Ahok bergandengan tangan dalam Pilkada DKI terbuka, harusnya tidak membicarakan benar atau salah jalur independen. Yunarto melihat ada opsi yang bisa diambil. Opsi itu bisa mempertemukan Ahok dan PDI-P.
Jika Ahok tetap memilih jalur independen, PDI-P bisa membuka peluang untuk Heru Budi, bakal calon pendamping Ahok masuk menjadi kader partai. Heru bisa menjadi wakil dari partai.
Soalnya, kata Yunarto, "Kalau Ahok masuk jalur parpol dan teman-teman partai lain, bagaimana kemudian aspirasi Teman Ahok bisa ditampung."
"Harusnya varian seperti itu dimunculkan, bukan setback seperti Bang Hugo katakan itu (jalur independen) salah. Itu mengulang perdebatan independen bagian deparpolisasi atau independen lebih buruk," kata Yunarto.
Yunarto menilai, komentar para politisi PDI-P terhadap jalur independen Ahok seperti membuka kembali perdebatan tentang deparpolisasi.
"Ini hanya mengulang perdebatan bahwa jalur independen bagian deparpolisasi yang itu sama sekali salah dan tidak bisa dibuktikan," kata Yunarto saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (6/6/2016).
Jalur perseorangan tak bisa dianggap salah, apalagi di dalam negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia. Negara memperbolehkan individu dipilih secara langsung dalam pemilihan eksekutif. Berbeda dengan sistem parlementer di mana pemilihan eksekutif ditentukan oleh partai politik pemenang pemilu.
Yunarto menyarakan bila partai politik tetap bersikeras menganggap jalur independen salah, maka harusnya membatalkan undang-undang yang berlaku perihal pemilihan kepala daerah.
"Itu yang menurut saya menunjukkan ketidakdewasaan partai dalam memahami jalur di luar partai politik. Artinya tingkat kepercayaan publik yang rendah (terhadap partai politik) selama ini tidak dianggap sebagai otokritik," kata Yunarto.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.