Abdul yang tinggal di tepi Kali Cakung menjelaskan, air sungai itu tadinya dipakai untuk mengairi sawah. Namun, sawah di kawasan itu kini sudah tergusur proyek Kanal Timur yang selesai dibangun pada 2010.
Abdul hingga kini tetap memanfaatkan air kali untuk menyiram tanaman kangkung dan bayam miliknya di lahan kosong di tepi Kali Cakung. ”Air Kali Cakung 20 tahun lalu masih bening. Sejak banyak bangunan (di bantaran), air jadi butek. Kalau dulu, meski airnya coklat, tetapi kalau diambil memakai tangan, (terlihat) bening,” ungkapnya.
Perilaku warga
Memburuknya kualitas sungai di Jakarta tak terlepas dari perilaku warga membuang sampah sembarangan.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji mengungkapkan, dari 6.700-7.000 ton sampah yang diproduksi di Jakarta setiap hari, sekitar 400 ton terdapat di permukaan air dan kebanyakan ada di aliran sungai.
Nirwono Joga, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, menilai, jika sungai dipandang sebagai potensi dan sumber kehidupan, sungai akan dirawat dan dikelola dengan baik. Kondisi sungai di sebuah kota mencerminkan perilaku warga dan kepedulian pemerintahnya.
Ironisnya, 13 sungai di Jakarta selama ini terabaikan. Hingga kini, kata Nirwono, sebagian warga Jakarta masih hidup ”membelakangi” sungai sehingga sungai diasosiasikan negatif, dianggap sebagai tempat sampah dan penyebab banjir.
”Padahal, Jakarta tak akan banjir dan krisis air baku jika sungai dikelola dengan baik. Terlebih lagi, Jakarta memiliki 13 sungai yang dapat menjadi potensi luar biasa,” paparnya.
Untuk itu, sudah saatnya paradigma negatif terhadap sungai ini diubah. Di Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, misalnya, warga mulai membangun kawasan bantaran kali secara partisipatif. Di RT 015 RW 002, ada 97 rumah yang berdiri 4 meter dari bibir kali.
Antara kali dan halaman rumah warga dibatasi jalan inspeksi selebar 3 meter. Semua rumah didesain menghadap kali. Pembangunan secara partisipatif itu dilakukan sejak tahun 1999. Sebelum bermusyawarah dengan pemerintah, warga melakukan studi banding ke Kali Code di Yogyakarta.
”Seusai ditata, rumah kami sempat kebanjiran hingga ketinggian 2-3 meter. Namun, setelah Kanal Timur dibangun, sudah tak pernah banjir lagi,” ujar Sumiati (43), Ketua RT 015 RW 002 Cipinang Besar Selatan.
Warga menata kawasan bantaran kali itu dengan biaya swadaya. Secara bertahap, warga memindahkan rumahnya yang mepet dengan kali hingga berjarak 4 meter. Setelah itu, warga pelan-pelan membangun rumah mereka menjadi dua lantai. Dengan desain menghadap kali, kesadaran warga untuk tidak membuang sampah di kali semakin tinggi.
Warga pun beriuran Rp 15.000 per bulan untuk membuang sampah ke tempat pembuangan sampah sementara.
Kesadaran menjaga sungai di kalangan warga Jakarta memang harus dibangun kembali.... (ILO/MDN/WAD/DEA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juni 2016, di halaman 1 dengan judul "Kesadaran yang Semakin Runtuh..."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.