Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ericssen
Pemerhati Politik

Pemerhati Politik Amerika, Politik Indonesia, dan Politik Elektoral

Teman Ahok dan Amerikanisasi Politik Indonesia

Kompas.com - 21/06/2016, 08:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

“Teman Ahok” bisa dikatakan adalah sebuah fenomena baru di kancah perpolitikan tanah air. Kemunculan sebuah “gerakan relawan” yang mendukung seorang kandidat pemilu secara eksplisit belum pernah terjadi sebelumnya.

Jika dibandingkan dan dikaji lebih dalam, sebenarnya gerakan Teman Ahok bukanlah sesuatu yang baru di ilmu politik khususnya jika kita menghubungkannya dengan Politik Amerika Serikat (AS).

Apakah sebuah kebetulan atau tidak, gerakan yang tercatat Minggu (19/6/2016) telah berhasil mengumpulkan 1 juta KTP ini memiliki kemiripan dengan Political Action Committee (PAC).

Apakah PAC itu?

Di dunia perpolitikan negeri Paman Sam, PAC yang memiliki sejarah panjang ini secara sederhana didefinisikan sebagai sebuah komite politik yang bebas dibentuk siapapun, mulai dari pebisnis, serikat buruh, perusahaan lobi atau kandidat yang akan bertarung. Kalau di Indonesia, dapat dikategorikan sebagai tim sukses kampanye.

Tujuan pembentukan PAC umumnya ada dua yaitu memenangkan kandidat yang didukung dan mendukung isu-isu politik tertentu. PAC dapat menggalang dana dari pihak manapun dan kemudian memberikannya kepada kandidat yang didukung.

Selain PAC, ada juga komite politik lain yang paling menonjol dan mendominasi pemilu presiden AS tahun ini yaitu Super PAC. Ada dua hal krusial yang membedakan PAC dan Super PAC .

Pertama adalah jumlah dana yang dapat digalang dan dialirkan. PAC dibatasi hanya bisa menggalang dan memberikan kepada kandidat masing-masing maksimum 5000 dolar Amerika Serikat.

Di tengah semakin mahalnya ongkos politik, Super PAC menjadi senjata ampuh capres AS yang bertanding. Alasannya karena tidak ada batasan jumlah dana yang dapat digalang dan kemudian diberikan.

Di pilpres 2016, salah satu Super PAC Capres Demokrat Hillary Clinton yang bernama “Priorities USA Action” kebanjiran dukungan fulus dari pengusaha maupun tokoh-tokoh ternama di negeri adidaya itu.

Perbedaan kedua adalah perihal independensi dengan kandidat yang didukung. PAC dapat memberi langsung ke rekening kandidat dan berkoordinasi langsung dengan tim kampanye untuk membahas strategi politik.

Sebaliknya, Super PAC bersifat independen dan dilarang memberikan kontribusi langsung dalam bentuk apapun ke kandidat. Super PAC dapat menyatakan dukungan secara terbuka ke kandidat yang didukung.

Fulus yang terkumpul dipakai biasanya untuk memasang iklan politik di televisi, radio, dan surat kabar guna mempromosikan kandidat dan menyerang lawan politik.

KOMPAS.com/Indra Akuntono Masyarakat DKI Jakarta memberikan dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/3/2015).
Abu-abu

Namun independensi ini semakin lama semakin abu-abu. Kolom editorial New York Times yang dirilis beberapa waktu lalu menuliskan bahwa Super PAC perlahan mulai mengambilalih fungsi kampanye seperti pengangkatan tim sukses, pemasangan iklan politik, penyelenggaraan kampanye akbar, dll. Sebelumnya, fungsi ini dijalankan oleh tim kampanye bentukan kandidat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonor untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonor untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com