Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/06/2016, 13:24 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan pembatasan kendaraan bermotor dengan sistem pelat ganjil-genap di ruas jalan protokol. Rencananya, uji coba kebijakan itu akan mulai dilakukan pada 20 Juli 2016 mendatang.

Rencana itu pun menuai beragam komentar dari para pengendara roda empat yang biasa melintasi ruas jalan protokol.

Salah satunya Angga (27), karyawan Bank swasta di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Dia kurang setuju dengan penerapan sistem tersebut. Menurut dia, seharusnya pemerintah meningkatkan moda transportasi massal yang ada di Ibu Kota terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem tersebut.

"Saya sih kurang setuju ya. Soalnya kasihan nanti yang kerjanya di kawasan ganjil genap harus repot tidak bisa bawa kendaraan. Seharusnya pemerintah memperbaiki kualitas alat transportasi dulu baru menerapkan ganjil genap," ujar Angga saat berbicang dengan Kompas.com di kawasan Sudirman, Selasa (21/6/2016).

Angga tak menampik jika sistem tersebut bisa mengurangi kepadatan arus lalu lintas di sebagian ruas jalan di Ibu Kota. Namun, menurut dia, di sebagian ruas jalan lain malah terjadi penumpukan kendaraan akibat masyarakat menghindari sistem ganjil genap.

Hal senada juga dikatakan pengendara bernama Adnan (40). Dia merasa kebijakan tersebut kurang tepat jika diterapkan sekarang. Dengan kondisi alat transportasi massal yang belum memadai seperti sekarang ini, menurut dia, langkah pemerintah menerapkan ganjil genap tidak efektif.

"Intinya kan mau membuat masyarakat berpindah ke transportasi umum. Mungkin nanti kalau MRT sudah beroperasi dan transjakarta sudah nyaman ditumpangi baru penerapan ganjil genap bisa efektif," kata dia.

Meskipun begitu, sebagai warga negara yang baik, ia akan tetap melaksanakan peraturan tersebut jika nanti jadi di terapkan.

"Saya sih mas ikut pemerintah saja, paling nanti saya naik ojek online atau Transjakarta buat ke kantor kalau mobil saya tidak bisa lewat karena ganjil genap," ucapnya.

Berbeda dengan, Angga dan Adnan, Ivan pengendara roda empat yang tiap harinya melintas di kawasan Gatot Soebroto mengaku mendukung sistem ganjil genap. Menurut dia, sistem ini perlu dicoba untuk diterapkan untuk melihat keefektifannya.

"Saya sih dukung saja, segala hal dalam bentuk mengurangi kemacetan saya dukung. Nanti kan di uji coba dulu, baru nanti kelihatan efektif atau tidak sistem itu," kata Ivan.

Ivan yang mempunyai mobil bepelat nomor ganjil ini menyatakan kesiapannya untuk menggunakan alat transportasi umum saat sistem tersebut mulai dilaksanakan.

"Kebetulan pelat nomor saya ganjil jadi nanti kalau tanggal genap paling saya ke kantor naik transjakarta," ucapnya.

Dia menilai, saat ini, alat transportasi massal yang ada di Jakarta belum cukup memuaskan. Ia berharap ke depannya pemerintah terus meningkatkan kualitas alat transposrtasi massal yang ada di Ibu Kota.

"Belum begitu memuaskan sih, karena waktu tempuhnya masih lama udah gitu kalau jam-jam sibuk masih penuh dan desak desakan. Tetapi ketimbang alat transportasi lain saya lebih memilih transjakarta," ujarnya.

Penerapan sistem ganjil-genap merupakan kebijakan transisi sebelum diterapkannya jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Tidak hanya itu, penerapan ganjil-genap bertujuan untuk menggantikan sistem three in one yang dinilainya sarat dengan masalah sosial.

Sebelum resmi diterapkan pada 23 Agustus 2016 mendatang, rencananya sistem tersebut akan disosialisasikan pada 28 Juni hingga 19 Juli 2016. Setelah tahap sosialisasi akan dilanjutkan ke tahap uji coba pada 20 Juli hingga 20 Agustus 2016.

 

Kompas TV Pemprov DKI Akan Uji Coba Sistem Ganjil-Genap
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Heru Budi Dampingi Jokowi, Tanam 1.320 Pohon di Kawasan Industri Pulogadung

Heru Budi Dampingi Jokowi, Tanam 1.320 Pohon di Kawasan Industri Pulogadung

Megapolitan
Pentingnya Bergabung Komunitas bagi ODHIV, Tempat Edukasi dan Berbagi Dukungan

Pentingnya Bergabung Komunitas bagi ODHIV, Tempat Edukasi dan Berbagi Dukungan

Megapolitan
Minta Guru Honorer Bergaji Rendah Tak Takut Bersuara, P2G: Harus Diselidiki

Minta Guru Honorer Bergaji Rendah Tak Takut Bersuara, P2G: Harus Diselidiki

Megapolitan
Ada Masalah Percintaan, Perempuan Lompat dari Lantai 17 Apartemen di Serpong

Ada Masalah Percintaan, Perempuan Lompat dari Lantai 17 Apartemen di Serpong

Megapolitan
Ketika Kloud Senopati Ketempuhan akibat Pengunjung Pakai Narkoba, Izin Dicabut dan Puluhan Pegawai Berhenti

Ketika Kloud Senopati Ketempuhan akibat Pengunjung Pakai Narkoba, Izin Dicabut dan Puluhan Pegawai Berhenti

Megapolitan
Tak Berlarut-larut, Masalah Guru Honorer Terima Gaji Rp 300.000 Sudah Diselesaikan Usai Heru Budi Lakukan Sidak

Tak Berlarut-larut, Masalah Guru Honorer Terima Gaji Rp 300.000 Sudah Diselesaikan Usai Heru Budi Lakukan Sidak

Megapolitan
Kritik Bongkar Pasang Trotoar Margonda, Fraksi PDI-P: Perencanaan Tidak Matang, Buang-buang Anggaran

Kritik Bongkar Pasang Trotoar Margonda, Fraksi PDI-P: Perencanaan Tidak Matang, Buang-buang Anggaran

Megapolitan
Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Belum Terpenuhi, DPRD DKI Bakal Panggil Bakesbangpol

Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Belum Terpenuhi, DPRD DKI Bakal Panggil Bakesbangpol

Megapolitan
Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Megapolitan
Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi

Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi

Megapolitan
Pembelaan Diri Rihani atas Kasus Penipuan 'Preorder' iPhone, Mengaku Juga Ditipu Rihana dan Minta Dibebaskan

Pembelaan Diri Rihani atas Kasus Penipuan "Preorder" iPhone, Mengaku Juga Ditipu Rihana dan Minta Dibebaskan

Megapolitan
Akses ARV yang Terbatas Jadi Tantangan Besar Pengobatan ODHIV

Akses ARV yang Terbatas Jadi Tantangan Besar Pengobatan ODHIV

Megapolitan
Jangan Sendirian, ODHIV Diminta Gabung Komunitas untuk Lancarkan Pengobatan

Jangan Sendirian, ODHIV Diminta Gabung Komunitas untuk Lancarkan Pengobatan

Megapolitan
Jejak Kampanye Pertama Anies di Tanah Merah: Kendarai Motor di Atas Jalan Perjuangan yang Tak Mulus

Jejak Kampanye Pertama Anies di Tanah Merah: Kendarai Motor di Atas Jalan Perjuangan yang Tak Mulus

Megapolitan
Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Meninggal di Tumpukan Sampah

Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Meninggal di Tumpukan Sampah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com