JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata, mengatakan bahwa reklamasi Teluk Jakarta menyulitkan para nelayan.
Proyek reklamasi dianggap menyebabkan masyarakat kesulitan keluar dari Dermaga Kali Adem untuk menangkap ikan.
"Kalau kawan-kawan melihat di Muara Angke, nelayan itu kesulitan untuk keluar dari Kali Adem dan juga dari Pelabuhan Muara Angke," ujar Martin di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pulogebang, Jakarta Timur, Kamis (23/6/2016).
Menurut Martin, nelayan tak lagi bebas keluar Dermaga Kali Adem maupun Muara Angke untuk menangkap ikan. Mereka harus menunggu waktu tertentu untuk dapat keluar dari dermaga tersebut.
"Dia (nelayan) harus menunggu waktu-waktu tertentu karena terjadi pendangkalan akibat sedimentasi di muara sungai dan pesisir yang dekat dengan garis pantai," kata dia.
Selain menyulitkan nelayan, Martin juga membeberkan beberapa dampak reklamasi lainnya. Proyek reklamasi dinilai membuat perairan keruh.
"Kekeruhan dalam proses pembangunan proyek itu, terjadi kekeruhan yang meningkat di perairan sekitarnya, kemudian akibatnya ikan-ikan akan menjauh dan hilang dari sekitar situ," ucap Martin.
Dia pun menyebut bahwa kajian lingkungan hidup strategis tidak dilakukan dengan baik oleh Pemprov DKI Jakarta dan pengembang.
"Sehingga informasi yang kami dapatkan itu harus diulangi dari awal kajian lingkungan hidup strategis itu," tutur dia.
KNTI bersama sejumlah organisasi lainnya yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta pun menggugat reklamasi Pulau F, I, dan K.
Mereka menggugat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi ketiga pulau itu karena disebut tidak melibatkan warga setempat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.