Pengelolaan sampah dan limbah di Jakarta juga dianggap belum terorganisasi dengan baik. Kasus pemblokiran Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, oleh sejumlah warga pada 23 Juni menjadi salah satu parameter bahwa pengelolaan sampah Jakarta belumlah beres.
Meski demikian, masyarakat tetap memberikan dukungan atas upaya yang dilakukan Pemprov untuk pengelolaan sampah.
Meski mayoritas memberikan apresiasi positif, ada beberapa kasus yang menjadi sorotan masyarakat untuk diperhatikan Gubernur Basuki. Rencana Pemprov DKI Jakarta merevisi Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka menuai protes sejumlah pihak karena dianggap mengekang kebebasan berpendapat.
Kasus lainnya terkait Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya aturan minuman keras atau miras boleh dijual asal dibatasi. Dalam perda, tidak dijelaskan pelarangan penjualan miras. Gubernur Basuki berpendapat, miras boleh dijual karena kadar alkoholnya kurang dari 5 persen. Kasus ini menjadi polemik di tingkat warga.
Kepercayaan sosial
Perubahan kondisi Jakarta itu semakin membangkitkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintahan dan lingkungan sekitar. Mulai dari tetangga, tokoh masyarakat, aparat kelurahan, aparat pemerintah provinsi, hingga gubernur dan wakil gubernur mendapat kepercayaan yang tinggi.
Ini merupakan modal sosial warga Jakarta yang positif untuk membangun Jakarta. Hanya saja, kepercayaan yang masih negatif ditujukan kepada anggota DPRD Jakarta. Mayoritas atau sekitar 64 persen responden tidak percaya pada kiprah anggota Dewan dalam menampung aspirasi warga.
Kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah diperkuat dengan kehadiran sistem Jakarta Smart City setahun belakangan. Dalam sistem tersebut terdapat dua aplikasi, yakni Qlue dan Crop, yang memudahkan komunikasi antara masyarakat dan aparat pemerintahan.
Melalui aplikasi Qlue, masyarakat bisa melaporkan aneka masalah di lingkungan, seperti kebersihan, keamanan, ketertiban, dan kerusakan sarana prasarana umum. Qlue terhubung dengan aplikasi Crop yang dipegang oleh aparat pemerintahan.
Keterhubungan dua aplikasi tersebut membuat persoalan bisa segera diselesaikan oleh pemerintah. Januari-Mei 2016, menurut catatan Qlue, dari 107.000 aduan yang masuk, sekitar 64 persen diselesaikan.
Kehadiran sistem itu disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah. Namun, kehadiran media sosial aduan tersebut justru mengurangi interaksi antarwarga sehingga berpotensi mengurangi tingkat kepercayaan dengan tetangga sekitar.
Beberapa persoalan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan musyawarah di tingkat RT/RW sekarang dibebankan kepada pejabat publik. Contohnya, persoalan membakar sampah di depan rumah yang asapnya mengganggu tetangga sekitarnya. Persoalan kecil tersebut langsung dilaporkan melalui Qlue (Kompas, 10/3/2016). Padahal, sebenarnya hal tersebut bisa diselesaikan dengan musyawarah antartetangga.
Kesukaan
Pembenahan Jakarta selama 1,5 tahun juga berdampak pada tumbuhnya rasa suka pada karakter pemimpin Jakarta terutama Gubernur Basuki.
Di awal kepemimpinannya, banyak pihak tidak suka dengan gaya bicara Basuki yang blakblakan dan keras. Belakangan, masyarakat Jakarta bisa menerima hal tersebut. Karakternya yang dinilai negatif itu tertutup oleh keberanian, ketegasan, dan penampilan fisiknya yang menarik.