Macam-macam cerita Syukur memaki para pengendara. Jika melihat pengendara yang tidak mengindahkan peringatan, hanya cacian yang bisa keluar dari mulutnya.
Tak jarang ia dihampiri untuk diajak berkelahi. Namun tak jarang pula orang menyambangi posnya untuk memberi uang. Dengan gaji pas-pasan, Syukur yang harusnya hanya menjaga jalur kereta, memiliki tugas lebih untuk menyelamatkan nyawa pengendara.
"Heran saya kadang-kadang, kenapa ya orang tuh susah banget patuh padahal buat keselamatan dia sendiri. Ya nggak apa lah saya ekstra, nggak ada salahnya kita saling mengingatkan," keluhnya.
Trauma tabrakan maut
Perhatian Syukur pada antisipasi kecelakaan bukan tanpa alasan. Masih teringat jelas di kepalanya detik-detik kecelakaan maut di pelintasan itu pada Desember 2013 silam. Syukur kala itu belum bekerja sebagai penjaga pelintasan. Ia masih bekerja di bagian perawatan dan pemeliharaan, yang pada siang hari di 13 Desember itu, sedang menyiangi rumput tak jauh dari tempat kejadian.
Ketika beristirahat di pohon sebelah pelintasan kereta, Syukur menjadi saksi mata bagaimana kecelakaan itu dapat dihindari jika orang mematuhi rambu lalu lintas.
"Kalau mau tahu, itu salah sopir tanki. Peraturannya jelas, sirine bunyi kendaraan berhenti. Sirine bunyi pas mobil itu masih ada di masjid," ujarnya.
Masjid itu terletak sekitar 200 meter dari pelintasan kereta. Saat sirine berbunyi, palang memang tak langsung tertutup. Kata Syukur, palang di sisi arah Bintaro saat itu setengah tertutup, sementara dari sisi arah Tanah Kusir belum tertutup. Namun, Syukur melihat mobil tanki itu tetap melintas.
Ia mengatakan saat itu ada waktu sekitar satu menit bagi sopir truk untuk maju menghindari kecelakaan. Namun ia melihat tanki berisi 24.000 liter premium itu diam begitu saja.
"Waktu itu memang macet, tapi dia masih bisa maju. Semua orang teriakin dia suruh maju. Dia malah nggak keluar," katanya.
Syukur menuturkan saat itu semua orang tahu tabrakan tidak terhindarkan lagi. Semboyan 48 dan genta sudah diberikan agar kereta berhenti. Namun meski sudah mengerem tiga kali, kereta tak bisa berhenti karena sudah terlambat.
"Satu detik kereta mau nabrak tanki saya nunduk karena saya persis di depan. Orang di belakang saya nggak nunduk terbakar wajahnya kena ledakan," ujarnya.
Syukur menduga adanya unsur kelalaian dari sopir truk itu. Sebab kendaraan lain saat itu berhenti. Ia pun sempat mengamuk saat jadi saksi di kantor polisi sebab dikonfrontir dengan saksi lain yang mengatakan saat itu sirine tidak bunyi dan palang belum tutup.
"Kurang ajar orang itu, bohong kalau dia bilang nggak bunyi, setelah dikonfrontir sama keterangan saya ternyata itu orang juga mau nerabas, ngelanggar juga dia ternyata," ujarnya.
Seperti namanya, ia hanya bersyukur kala itu selamat dari kecelakaan yang menewaskan tujuh orang dan melukai 73 lainnya. Bagi Syukur yang telah bertahun-tahun lamanya kerja di industri perkeretaapian, sebagian besar insiden menurutnya merupakan hasil dari kelalaian manusia.
Ia hanya berharap masyarakat dapat mengambil pelajaran dari banyaknya kecelakaan yang terjadi agar lebih berhati-hati lagi.
"Prinsip saya, selama masih bisa menyelamatkan orang dan diri saya sendiri, saya lakukan. Tapi kalau memang tidak bisa, biar jadi pelajaran aja," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.