JAKARTA, KOMPAS.com - T (20), korban penganiayaan mantan Anggota DPRI RI, Fanny Safriansyah alias Ivan Haz sempat menulis surat pernyataan. Surat itu berisi pernyataan tak akan menuntut Ivan Haz.
Surat yang didapat Kompas.com dari kuasa hukum Ivan Haz, Surung Napitupulu memperlihatkan surat itu ditandatangani oleh T. Selain itu surat juga diberikan materai Rp 6.000.
"Bersama ini saya menyatakan bahwa bersedia menerima uang ganti rugi yang diberikan oleh Sdr. Ivan Haz sebesar Rp 150 juta dan tidak akan melakukan tuntutan hukum di kemudian hari terkait ganti rugi dari pelaku Sdr Ivan Haz dan dari pihak manapun."
"Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya," tulis T pada tanggal 29 Juni 2016.
Menanggapi surat pernyataan itu, Surung Napitupulu menyayangkan lantaran surat baru dikirim pada tanggal 4 Agustus 2016. Pasalnya, surat itu tidak bisa dimasukan dalam pleidoi Ivan Haz yang dibacakan pada sidang tanggal 2 Agustus 2016 silam.
"Harusnya kan bisa dimasukan untuk jadi pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis," ungkap Surung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2016).
Kuasa hukum lainnya, Firman Wijaya mengungkapkan dalam sistem peradilan modern, seharusnya surat pernyataan itu bisa jadi pertimbangan majelis hakim. Firman pun mengungkapkan Ivan sudah menghargai hak kemanusiaan T.
"Dan saya rasa sistem peradilan ini harus mengarah kesana, menyelesaikan hubungan korban dengan pelaku," kata Firman.
JPU sebelumnya memberikan tuntutan dua tahun penjara terhadap Ivan. Tuntutan berdasarkan dakwaan subsider terhadap Ivan, yakni Pasal 44 ayat 1 juncto Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Ivan, putra mantan Wakil Presiden, Hamzah Haz, melakukan kekerasan fisik terhadap T, pekerja rumah tangga di rumahnya. Kekerasan fisik itu tak hanya sekali dilakukan oleh Ivan. (Baca: Agar Tak Ulangi Perbuatan karena Aniaya PRT, Ivan Haz Diminta Dituntut Maksimal)
Sebulan setelah T bekerja di rumah Ivan, Mei 2015, ia kerap mengalami kekerasan fisik. Bentuk kekerasan yang dilakukan Ivan mulai dari pemukulan dengan tangan kosong hingga menggunakan benda. Pukulan Ivan kerap membuat T tersungkur. Bahkan, pukulan Ivan pernah membuat mata T tak bisa melihat karena bengkak.
Kuping T juga sempat mengalami pendarahan lantaran dipukul Ivan. Visum menunjukkan bahwa ada robek di kepala T terjadi karena pukulan benda tumpul.