Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Persoalkan Visa Milik Ahli dari Australia yang Dihadirkan Jessica dalam Sidang

Kompas.com - 05/09/2016, 21:35 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang mengadili Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, masih berlangsung hingga Senin (5/9/2016) malam.

Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum menanggapi pernyataan saksi ahli patologi forensik asal Australia, Profesor Beng Beng Ong.

Jaksa menyinggung proses kedatangan Ong ke Indonesia.

"Kapan Saudara ahli tiba di Indonesia? Pakai visa apa?" tanya salah satu penuntut umum, Ardito Muwardi, kepada Ong di hadapan majelis hakim.

Ong pun menjawab tiba di Indonesia dengan visa kunjungan "Saya sampai hari Sabtu, tanggal 3 September 2016. Visanya visa kunjungan," jawab Ong.

(Baca juga: Ahli dalam Sidang Jessica: Bibir Gelap dan Kehitaman Kurang Menunjukkan Tanda Keracunan Sianida)

Jaksa lantas bertanya apakah ada imbalan yang diperoleh Ong untuk menyampaikan keterangan sebagai saksi meringankan bagi Jessica.

"Apakah saudara sebagai ahli mendapatkan fee dari kuasa hukum?" kata Ardito lagi.

Namun, pertanyaan jaksa ini dipotong kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan.

"Yang mulia. Ini sama sekali tidak relevan, tidak menyentuh ke materi pernyataan ahli. Mana ada experts yang tidak dibayar?" kata Otto.

Jaksa pun menyanggah keberatan Otto.

"Tolong jangan dipotong dulu, kami tanya ada tujuannya. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, jelas disebutkan, visa kunjungan hanya untuk kegiatan di luar pekerjaan. Kalau bekerja, harus pakai visa tinggal terbatas. Bagaimana bisa kita mempercayai ahli kalau datangnya saja ilegal?" tutur Ardito lagi.

Otto lantas menanggapi, "Ini sangat tidak etis, yang mulia. Saya sebagai pengacara beberapa kali ke Singapura dan Jepang, tidak pernah dipermasalahkan soal visa kunjungan ini. Apalagi ahli ini, jauh-jauh dari Australia, melaksanakan kewajibannya ke sini untuk menegakkan keadilan. Mohon kebijakannya, yang mulia," ujar dia.

(Baca juga: Ahli Patologi Forensik dari Australia Jadi Saksi Meringankan Pertama di Sidang Jessica)

Perdebatan soal itu terus berlanjut selama beberapa saat. Penuntut umum tetap berkeyakinan ahli harus menggunakan visa tinggal terbatas dalam rangka melaksanakan pekerjaannya sebagai konsultan ahli.

Sementara itu, pihak kuasa hukum Jessica berpendapat, hal itu tidak perlu.

Majelis hakim sempat berunding sesaat. Hingga akhirnya diputuskan, Ong tetap berstatus saksi di dalam persidangan ini.

"Karena sidang ini sudah berjalan, maka kami memutuskan, saksi tetap pada tempatnya. Keberatan ini seharusnya disampaikan penuntut umum di awal, bukan di akhir, ketika semua keterangan sudah disampaikan, demikian," ucap Ketua Majelis Hakim Kisworo, menutup perdebatan soal visa Ong.

Penuntut umum masih menanyai Ong seputar sifat-sifat dan penyebab kematian akibat sianida di sidang lanjutan mengadili Jessica hingga pukul 20.40 WIB.

Kompas TV Ahli: Penyebab Kematian Mirna Bukan Sianida
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com