JAKARTA, KOMPAS.com - M (48), orangtua dari R (16), remaja yang jadi korban perdagangan anak di sebuah kafe hiburan malam di Pasaman, Sumatera Barat, mendatangi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
Orangtua R berharap mendapat perlindungan Komnas PA terkait kasus anaknya.
(Baca juga: Pemilik Karaoke Ini Jadi Tersangka Kasus Prostitusi Anak di Bawah Umur)
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, R saat ini menjadi salah satu dari tiga saksi dugaan perdagangan anak untuk diekploitasi menjadi pekerja tempat hiburan malam di Pasaman.
Selain R, korban lainnya adalah D (12) dan A (18). Keluarga R dan seorang korban lain sudah membuat pengaduan ke Komnas PA Sabtu (3/9/2016).
"Dua orang pamannya sudah minta supaya Komnas memberikan perlindungan pada dua korban dan satu saksi kunci," kata Arist, di kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (6/9/2016).
Arist mengatakan, R merasa perlu mendapat perlindungan karena ia dan dua temannya itu merupakan saksi kunci yang bisa membongkar sindikat perdagangan anak di kafe di Sumatera Barat tersebut.
Apalagi, lanjut dia, pihak Kepolisian baru menangkap satu pelaku, yakni mami kafe tersebut berinisial B.
"B yang ditangkap ini baru eksekutor, belum melibatkan atasnya. Ini jaringan yang sistematis dan serius. Yang ingin kita sampaikan saksi kunci dan korban ini harus diselamatkan," ujar Arist.
Selain B, diduga ada pelaku lainnya, yakni E. Diduga, E adalah kaki tangan B dalam merekrut remaja perempuan dari Jakarta.
"Jaringan di Jakarta si E itu masih berkeliaran. Kami berharap polisi kembangkan lagi. E ini anak kandung dari B," ujar Arist.
Ia mengatakan, E berteman dengan A untuk merekrut remaja. Mereka mengiming-imingi para remaja tersebut pekerjaan.
A lalu menawarkan D pekerjaan. Namun, D kemudian mengajak R untuk ikut bersamanya.
Baik A, D, dan R sama-sama tidak diberitahu kerjaan seperti apa yang akan mereka jalani.
Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Sumbar, Mafrizal, mengatakan bahwa E memberikan janji pekerjaan yang menggiurkan bagi korban.
Sebelum membawa tiga korban ke Pasaman, E tidak memberitahu bakal mempekerjakan tiga korban di kafe.
"Dia enggak bilang kalau bakal dipekerjakan di sana di kafe. Waktu masih di sini dia bilang dua tiga bulan (kerja di sana) nanti sudah bisa beli mobil," ujar Mafrizal, yang juga berada di Komnas PA.
Tiga korban berangkat dari Jakarta pada 24 Agustus 2016. Para korban baru menyadari ada yang tidak beres setelah tiba di kafe B.
Mulai 26 Agustus 2016, tiga korban sudah diminta untuk melayani pengunjung kafe.
(Baca juga: Wapres Minta Para Pelaku Prostitusi Anak Dihukum Berat)
Hingga pada 30 Agustus, polisi menemukan jejak para korban dan menggerebek kafe tersebut.
Mafrizal menyatakan, sejauh ini korban diketahui tak sampai mengalami kekerasan seksual.
"Tapi korban mengalami pelecehan seksual secara verbal, belum sampai secara fisik," ujarnya.