JAKARTA, KOMPAS.com — Ahli psikologi Universitas Pancasila, Agus Mauludi, bersaksi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016) malam.
Agus banyak berbicara tentang bidang keilmuannya dan turut menekankan untuk selalu berdasar pada studi serta data statistik sebelum menyimpulkan sesuatu.
Namun, di tengah persidangan ketika tiba giliran jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi kesaksiannya, Agus sempat terdiam beberapa kali.
Tanya-jawab JPU dengan Agus terjadi ketika ada sebuah pertanyaan tentang perilaku atau behaviour dari salah satu jaksa, Hari Wibowo.
Hari: Baik, tadi ahli menjelaskan soal behaviour. Bisa ahli jelaskan, apakah menunggu itu sebuah behaviour?
Agus: Behaviour itu macam-macam, Pak.
Hari: Baik. Pertanyaan selanjutnya, apakah dalam menentukan common behaviour harus pakai data statistik?
Agus: Ada yang tidak perlu pakai statistik, contohnya culture atau budaya. Contohnya dalam budaya kita, anak laki pakai celana, bukan pakai rok.
Hari: Apakah common behaviour harus selalu jadi culture?
Agus: Biasanya culture karena dalam culture, sudah ada struktur. Kalau ada hal di luar culture, ada yang mengontrol.
Hari: Baik. Sekarang pertanyaannya, kalau biasanya kita undang kolega makan di restoran, bahwa di restoran itu sistemnya setelah selesai semua baru bayar. Lazim yang mana, antara menunggu koleganya datang dulu atau justru beliin makanannya dulu?
Agus: Saya sejujurnya, kalau saya lagi lapar, dan sudah ada teman di restoran, saya minta dipesankan dulu.
Hari: Saya pertajam lagi pertanyaannya, ketika menjamu kaitannya dengan makan malam, bagaimana itu?
Agus: Kalau Bapak mau bilang itu common behaviour, ada kok orang yang bayarin dulu, ditutup dululah biar nanti enggak nambah-nambah pesanan lagi.
Hari: Baik, bagaimana dengan menunggu dalam waktu lama, misalnya satu jam, apakah itu tidak jadi sebuah kejanggalan?