JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (26/9/2016), menggelar sidang untuk kelima kalinya terkait permohonan uji materi pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan oleh Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pasal itu menyangkut cuti petahana selama masa kampanye pilkada.
Dalam sidang Selasa kemarin, Ahok menghadirkan dua ahli, yakni mantan hakim MK Harjono dan pakar hukum tata negara Refly Harun. Kesempatan pertama diberikan hakim kepada Harjono.
Dalam keterangan awal ihwal keahliannya, Harjono menegaskan soal saling terkaitnya posisi gubernur dan kepala pemerintahan sehingga posisi gubernur tanpa status kepala pemerintahan dianggap tak sesuai konstitusi. Ia merujuk pada pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Harjono juga mengungkapkan kewenangan menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinisi hanya dimiliki gubernur. Sedangkan pejabat lainnya, baik itu wakil gubernur, pejabatan provinsi atau pelaksana tugas (plt) gubernur tidak memiliki kewenangan tersebut.
Tugas dan kewenangan gubernur itu diatur dalam pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Salah satunya adalah perihal penyusunan APBD.
"Pasal di atas (APBD) ditugaskan kepada gubernur, tidak pada pejabat lain di Pemerintah Provinsi," kata Harjono.
Harjono juga mengkritik soal cuti petahana. Menurut dia, cuti sebagai kewajiban dalam Undang-Undang Pilkada ini dianggap tak jelas. Sebab, seseorang yang menjalankan cuti sebagai kewajiban juga kehilangan haknya, terutama soal finansial.
"Bagaiamana seseorang melakukan kewajiban tapi kehilangan haknya? Oleh karena itu, ini konstruksinya tidak jelas," kata Harjono.
Kembali ke UU Sebelumnya
Ahli lain yang dihadirkan Ahok adalah Refly Harun. Refli memiliki pandangan serupa dengan Harjono. Bahkan ia tegas mengatakan cuti petahana untuk Ahok merugikan warga DKI Jakarta.
Refly menjelaskan, cuti selama masa kampanye seperti yang tertuang dalam pasal tersebut merugikan warga DKI Jakarta. Pasalnya, warga tidak bisa mendapatkan pelayanan publik dari kepala daerah.
Refly juga meminta kepada hakim MK untuk mengembalikan aturan soal cuti petahana ke pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Dalam pasal itu, petahana dapat cuti secara on-off.
"Cuti selama 3,5 bulan sama artinya akan memotong masa jabatan pemohon yang harusnya lima tahun," kata Refly.
Dalam konteks ini, Refly menegaskan ia setuju bahwa ada kerugian baik moril maupun materiel kepada petahana. Menurut dia, bahkan kerugian ada konstitusional, antara lain hak untuk mendapatkan kepastian hukum guna menjalani masa jabatan selama lima tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.