"Dia (Rini) itu dari dulu gengsi. Enggak terima punya anak seperti Aliya," ujar Supratno sambil menerawang jauh.
Supratno mengakui bahwa rumah tangganya dengan Rini sudah tidak harmonis. Rini memiliki laki-laki lain. Istrinya juga enggan merawat Aliya yang masih balita dan berkebutuhan khusus. Setelah ketahuan menganiaya anaknya, Rini pun kabur bersama adik Aliya.
Setelah istrinya kabur, Supratno tak bisa bekerja karena harus merawat Aliya. Sehari-hari, ayah tiga anak itu menjadi buruh kasar di Pasar Jembatan Lima. Terkadang, ia membantu mengangkut barang. Sesekali ia juga memulung sampah. Upahnya tidak menentu, Rp 60.000-Rp 70.000 per hari.
Kesulitan ekonomi membuat Supratno menghadapi dilema harus mengurus anaknya yang kini ditinggal kabur ibunya atau bekerja mencari nafkah. Ia terpaksa menitipkan Aliya ke panti sosial, dengan dibantu oleh tetangga sekitarnya. Adapun anak pertama Supratno diasuh keluarga besarnya di kampung.
"Nanti, sebulan sekali, saya mau jenguk Aliya. Saya kepingin dia bisa tumbuh seperti anak- anak lain," ujar Supratno.
Belum bicara
Setidaknya sudah lima hari ini Aliya tinggal di Panti Asuhan Balita Tunas Bangsa, Cipayung. Ia menempati ruangan Rama-Shinta bersama lebih dari 20 anak balita lainnya. Kemarin siang, Aliya nyenyak tidur setelah minum susu.
Menurut Penanggung Jawab Ruangan Rama-Shinta, Emasari, kondisi fisik Aliya cukup sehat selama diasuh di panti. Hanya, anak kedua dari tiga bersaudara itu belum dapat berbicara. Pada malam hari, anak balita itu kerap menjerit-jerit.
"Kalau siang, dia tidur tenang. Hanya malam saja dia sering jerit-jerit. Belum diketahui apa sebabnya," ujar Ema.
Ema mengatakan masih belum melakukan apa pun terhadap Aliya karena anak balita itu juga masih beradaptasi dengan lingkungan panti. Aliya pun masih dalam observasi tenaga medis hingga sepekan ke depan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.