JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang, Mohamad Sanusi, membantah menerima suap dari mitra Dinas Tata Air DKI Jakarta. Saat berada di luar persidangan, Sanusi mengatakan statusnya hanya anggota DPRD DKI pada periode 2009-2014.
Adapun Sanusi menjadi ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta pada periode 2014-2019.
"Saya kan 2009 hanya anggota biasa. Waktu 2014 baru saya jadi ketua Komisi D, tapi memang mau ngapain? Mau apa-apa juga enggak bisa karena pergub kok APBD-nya," ujar Sanusi, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (10/10/2016).
(Baca: Sanusi Bela Mertuanya yang Dicecar Jaksa)
Sanusi mengatakan APBD DKI pada 2015 menggunakan peraturan gubernur. Sehingga, program apapun direncanakan dan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI tanpa melibatkan DPRD DKI Jakarta.
Sanusi mengatakan kondisi ini membuat dirinya tidak mungkin menerima suap dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air DKI Jakarta terkait proyek yang masuk dalam APBD DKI.
Dinas Tata Air merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi mitra Komisi D DPRD DKI.
"Jadi apa yang bisa dikerjakan? Orang semuanya pergub yang tentukan Pak Gubernur. Sekali lagi waktu saya jadi ketua Komisi D, APBD-nya pakai pergub," ujar Sanusi.
Dalam kasus ini, Sanusi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 43 miliar. Asal uang Rp 43 miliar itu diduga berasal dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air DKI.
Aset Sanusi yang diduga bersumber dari pemberian perusahaan rekanan itu berbentuk lahan, bangunan, dan kendaraan bermotor.
(Baca: Sanusi Sebut Pembelian Rumah di Cipete adalah Transaksi Normal)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.