Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tempat Hiburan Malam di Tengah Dilema Narkoba dan Pendulang Pendapatan DKI

Kompas.com - 12/10/2016, 15:50 WIB

Rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menutup Diskotek M di kompleks Taman Hiburan Rakyat Lokasari, Tamansari, Jakarta Barat, pekan ini, mendapat tanggapan berbeda di kalangan pengelola tempat hiburan malam.

Yuki dari Humas Diskotek M mendesak Pemprov DKI membatalkan keputusan menutup diskotek yang mereka kelola.

"Ada 300 pekerja yang cuma jebolan SMP, bahkan SD," katanya. Ia berkeberatan jika pengelola dikenai tanggung jawab mengawasi setiap pengunjung.

Minggu (9/10/2016) malam Basuki menginstruksikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Catur Laswanto menutup Diskotek M. Keputusan tersebut dipicu penangkapan Ajun Komisaris Sun, Kanit 2 Ekonomi Satuan Intelkam Polres Metro Tangerang Kota, yang sedang mabuk serta mengantongi sepaket sabu dan dua butir ekstasi, di diskotek tersebut, Sabtu (8/10) pukul 02.00.

Kata Catur, Diskotek M telah mendapat surat peringatan pertama dari Disparbud DKI.

"Peringatan tersebut kami layangkan pada 30 Mei 2016 setelah sehari sebelumnya 17 pengunjung diskotek dibawa ke kantor BNN (Badan Narkotika Nasional) karena hasil pemeriksaan urine mereka menunjukkan bahwa mereka mengonsumsi narkoba," tutur Catur.

Sebelumnya, gubernur didukung polisi menutup Diskotek Stadium pada 19 Mei 2014.

"Berbeda kalau yang ditangkap itu pekerja kami yang mengedarkan narkoba. Kami rela ditutup kalau begitu. Ini, kan, pengunjung," ucap Yuki.

Apa yang disampaikan Yuki berbeda dengan fakta pengungkapan kasus narkoba selama ini. Di wilayah Polda Metro Jaya, misalnya, beberapa pengungkapan kasus narkoba bermula dari penggerebekan tempat hiburan malam, termasuk diskotek, dan apa yang ditulis sejumlah media massa tentang diskotek ini.

"Harga sebutir ekstasi di sebuah diskotek ditawarkan dengan harga Rp 450.000. Harga kemudian disepakati Rp 420.000," kata seorang jurnalis yang pernah meliput mendalam tentang peredaran narkoba di diskotek sambil menunjukkan hasil tulisannya yang diterbitkan pada Oktober 2015.

"Sebenarnya untuk menandai satu tempat hiburan malam menjadi tempat mengonsumsi ekstasi atau sabu itu mudah. Lihat saja tempat sampah mereka setiap hari. Dipenuhi botol-botol plastik bekas minuman mineral atau tidak," kata Ketua Forum Organisasi Kemasyarakatan Anti Narkoba Anhar Nasution.

Ia menduga, dari 780 tempat hiburan malam di Jakarta, 75 persen di antaranya terindikasi kuat sebagai tempat peredaran serta tempat mengonsumsi sabu dan ekstasi.

Satu diskotek lagi

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta Gea Hermansyah berpendapat, mekanisme peringatan pertama dan peringatan kedua (perintah penutupan usaha) belum jelas kriterianya. Jika aturan ini dilanjutkan, tambah Gea, ada satu diskotek lagi bakal tutup karena mendapat peringatan pertama karena pelayannya tertangkap tangan menjual narkoba.

Menurut pengelola kompleks Lokasari, Raya Siahaan, Diskotek M sudah sering diingatkan agar membebaskan diri sebagai tempat transaksi atau tempat mengonsumsi narkoba.

"Maret 2016 kami sudah mengingatkan pengelola 10 tempat hiburan malam di kompleks Lokasari ini agar tempat yang mereka kelola tidak dijadikan bisnis narkoba. Nyatanya, Mei 2016, diskotek ini justru mendapat peringatan dari Disparbud," katanya.

Dilema

Sepengamatan Kompas, sejak era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, bisnis tempat hiburan malam menjadi salah satu unsur industri pariwisata dan menjadi andalan pendulang pendapatan asli daerah DKI dan menjadi lapangan kerja dengan penghasilan layak kalangan tenaga kerja lulusan SD dan SMP.

Posisinya nyaris tak pernah berubah, di peringkat kedua di bawah pendapatan dari pajak kendaraan bermotor.

"Sampai sekarang pun masih," kata Anhar.

Menjadi bermasalah karena sebagian besar sentra tempat hiburan malam ini menjadi tempat bertransaksi dan tempat mengonsumsi sabu dan ekstasi.

"Terbanyak di Jakarta Barat, diikuti Jakarta Utara, dan Selatan," ungkap Anhar.

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rudy Heriyanto Adi Nugroho yang mantan Kapolres Metro Jakarta Barat menambahkan, kawasan tempat hiburan malam di wilayahnya yang paling rawan narkoba masih di sekitar Mangga Besar.

Kata Anhar, arena narkoba di sentra tempat hiburan malam cepat meluas karena praktik pemerasan dan persekongkolan aparat.

"Dari kewajiban pengeluaran para pengusaha tempat hiburan malam ini, 70 persen pendapatan mereka masuk ke kas daerah, 30 persen lainnya masuk ke para 'penguasa ruang' tempat hiburan malam ini," ujar Anhar yang Juli lalu memilih melepaskan jabatan Ketua Asosiasi Tempat Hiburan Jakarta.

Menurut dia, sebenarnya jika Pemprov DKI bersama kekuatan tiga pilar (TNI, Polri, Satpol PP) mampu menjamin setiap tempat hiburan malam bebas dari setoran uang siluman, para pengelola tempat hiburan malam akan dengan senang hati menjaga tempat mereka bebas dari narkoba. (WINDORO ADI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Oktober 2016, di halaman 29 dengan judul "Di Tengah Dilema Narkoba dan Pendulang Pendapatan DKI".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Amankan 1 Mobil sebagai Barang Bukti Kasus Pemerasan yang Dilakukan Sopir Grab

Polisi Amankan 1 Mobil sebagai Barang Bukti Kasus Pemerasan yang Dilakukan Sopir Grab

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Megapolitan
Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Megapolitan
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Megapolitan
Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Megapolitan
Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Megapolitan
Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Megapolitan
Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com