Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rambu-rambu dalam "Beradu Data" pada Pilkada DKI

Kompas.com - 14/10/2016, 10:07 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat bulan menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta, KPU DKI membuka pendaftaran bagi lembaga-lembaga yang ingin mengadakan survei, jajak pendapat, dan hitung cepat.

Berdasarkan Pasal 131 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, masyarakat bisa berpartisipasi melalui survei, jajak pendapat, dan perhitungan cepat.

Namun, partisipasi melalui survei, jajak pendapat, dan perhitungan cepat itu tidak boleh berpihak, menguntungkan, atau merugikan salah satu pasangan calon. Pun menganggu berlangsungnya pilkada.

Terkait hal ini, lembaga survei yang ingin berpartisipasi dalam pilkada diharuskan mendaftarkan diri ke KPU DKI Jakarta.

(Baca juga: KPU DKI Buka Pendaftaran untuk Lembaga Survei yang Ingin Berpartisipasi di Pilkada)

Nantinya, hasil survei lembaga tersebut dicantumkan di situs KPU DKI serta dinyatakan sebagai lembaga yang kredibel dan dapat dijadikan referensi masyarakat.

Jika sudah terdaftar, lembaga ini harus mengikuti aturan terkait penelitian dan mengumumkan hasilnya.

Sanksi bagi lembaga survei

KPU DKI kemudian berhak menggelar sidang etik dan menjatuhkan sanksi apabila ada laporan bahwa lembaga survei yang terdaftar ini merugikan pasangan calon atau menganggu proses pilkada.

Sanksi yang diberikan bisa berupa pengumuman ke publik bahwa lembaga itu tidak kredibel, berupa peringatan, larangan melakukan kegiatan terkait, dan diproses pidana.

(Baca juga: Ini Sanksi bagi Lembaga Survei yang Berpihak)

Dalam sosialisasi pendaftaran lembaga survei yang diadakan di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (13/10/2016), peneliti Sindikasi Pemilu Demokrasi, Dian Permata, menantang KPU DKI untuk membuat terobosan dengan secara aktif mengawasi survei-survei, alih-alih hanya menunggu laporan.

Soal sumber dana lembaga survei misalnya. Selama ini, lembaga survei kerap mengaku bahwa kegiatan mereka menggunakan uang dari kantong sendiri.

"Enggak ada kemajuan diskursus soal ini, kalau KPU DKI mau jadi pionir, bisa enggak ngejar? Kami (lembaga survei) susah payah ke lapangan, bisa enggak ngejar sampai sana?" kata Dian.

(Baca juga: Lembaga Survei Boleh Didanai Pasangan Cagub-Cawagub)

Sementara itu, Mutakim dari Indikator Politik menyayangkan jika KPU tidak berperan aktif.

Ia mempertanyakan hasil survei selama ini yang berbeda-beda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.

Survei yang didanai oleh pasangan calon dinilai sah saja selama menggunakan metodologi ilmiah yang benar. Namun, survei menyesatkan dinilai harus ditindak.

"Saya merasa bagaimana susah payah bergulat di lapangan. Kami tidak bisa tiga hari (ambil data), selalu lebih dari enam hari. Tiba-tiba ada yang merilis dengan hasil bombastis, tanpa kemudian ada sidang etik," kata Mutakim.

KPU DKI menyatakan, pihaknya hanya menjalankan peraturan yang ada, yaitu UU Pilkada dan peraturan KPU (PKPU).

Lembaga survei sendiri dianggap tidak bertanggung jawab kepada KPU, melainkan kepada publik.

KPU DKI mengaku tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi dengan ketat.

Dengan demikian, jika ada penyimpangan, kerugian yang dialami hanyalah nama baik lembaga yang kredibilitasnya dipertanyakan.

(Baca juga: Melihat Hasil Survei Pilkada DKI 2017 dari Tiga Lembaga)

Ali Rif'an dari Poltracking menyambut baik upaya KPU DKI dalam menggandeng lembaga survei.

Menurut dia, ini bisa jadi pertimbangan bagi lembaga survei untuk lebih mempertanggungjawabkan kerjanya ke depan.

Hanya saja, KPU DKI dinilai perlu memperdalam pengawasannya terhadap lembaga survei.

"Masih perlu diperdalam apa yang dimaksud dengan kredibel, apa saja ukurannya," ujarnya.

Soal hitung cepat

Ali lantas menekankan ujung tombak adu data, yakni pada hitung cepat atau "quick count".

Belajar dari pilpres 2014, ada lembaga survei yang dinilai memanipulasi data hitung cepat.

Ketika Kompas, SMRC, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltracking, Populi, dan RRI mengunggulkan pasangan Jokowi-JK, empat lembaga survei justru menyatakan sebaliknya.

Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI), justru memenangkan pasangan Prabowo-Hatta.

Keempat lembaga ini sempat dilaporkan polisi. Puskpatis dan JSI yang tergabung dalam Perhimpunan Survei dan Opini Publik (Persepi), akhirnya dikeluarkan karena menolak diaudit.

"Apalagi Jakarta di pilkada ini kan panas sekali, pilkada bisa jadi contoh, jadi etalase untuk pemilu-pemilu lain ke depan," kata Ali.

(Baca juga: KPU DKI: Lembaga Survei Tidak Boleh Jadi Corong Kepentingan Politik)

Kompas TV Beda Lembaga Survei, Beda Angka Elektabilitas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com