Terlebih di saat bersamaan, menurut hasil sejumlah survei, elektabilitas para penantang yaitu Agus-Sylvi dan Anies-Sandi mengalami peningkatan.
(Baca: Ahok-Djarot Kuat, Tetapi Trennya Turun)
Menengok ke belakang, agak janggal melihat petahana membuat gerakan dengan pelibatan masyarakat. Kritik para penantang tepat menukik pada minimnya ajakan pelibatan masyarakat ini.
Di beberapa persoalan, untuk membereskan banyak urusan, masyarakat kerap tidak dilibatkan. Cara instan yang cepat nyata hasilnya untuk dipamerkan jadi pilihan.
Untuk membersihkan jalan dan sungai yang memang terbukti bersih, jasa pasukan oranye dioptimalkan dengan perbaikan upah dan penghasilan. Dari sisi peningkatan kesejahtaraan dan kebersihan kota, memang membanggakan.
Namun, untuk upaya itu, tidak ada gerakan untuk mengajak masyarakat. Semua diserahkan kepada penyedia jasa. Masyarakat tidak diajak serta bertanggung jawab dan berperan.
Tentu saja, tanggung jawab masyarakat itu bukan dengan terjun ke sungai memunguti sampah. Tidak ada warga Jakarta yang akan tergerak. Terlebih, kelas menengah sebagai isi warga Jakarta terkenal manja.
Gerakan itu bisa dengan upaya bersama tidak membuang sampah ke sungai. Bisa juga gerakan untuk mengelola sampah secara mandiri di kompleks-kompleks perumahan. Inti gerakannya adalah mengajak masyarakat bertangung jawab.
Bank sampah misalnya bisa jadi pilihan. Selain bernilai ekonomi, pengelolaan sampah secara mandiri membuat masyarakat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.
Untuk hal ini, pelibatan masyarakat tidak terdengar dilantangkan sebagai gerakan. Yang saat ini terdengar adalah mengajak masyarakat Jakarta membasmi tikus. Untuk wacana ini, tidak jelas juga bagaimana mekanismenya.
"Tikus" urusan KPK
Padahal, untuk membasmi tikus, justru terbukti efektif jika menyewa perusahaan penyedia jasa. Selain terbukti di Istana Kepresidenan Jakarta, hadirnya KPK yang "disewa" negara membuktikan hal ini juga.
Tidak hanya "tikus" yang diringkus KPK, tetapi juga "kucing-kucingnya". Selain para maling uang negara, KPK juga menangkapi pihak-pihak yang seharusnya menangkap maling-maling itu.
Selain ada maling uang negara, di tahanan KPK ada penegak hukum juga. "Tikus" dan "kucing" diringkus bersama-sama oleh lembaga yang "disewa" negara. Dua belas tahun efektif dan nyata hasil kerja KPK.
Meskipun membanggakan bagi warga, situasi ini tentu memprihatinkan bagi penyelenggara negara. Karena itu, Presiden Jokowi menyerukan perlunya perbaikan di lembaga penegakan hukum tanpa perlu lembaga "sewa".
Paket kebijakan hukum lantas digulirkan. "Kucing-kucing" akan diberdayakan untuk menangkapi "tikus-tikus". Terlalu beresiko jika menyerahkan menangkapi "tikus" dan "kucing" kepada warga saat tidak boleh lagi "sewa" lembaga.
(Baca: Kejaksaan dan Polri Perlu Perbaikan)
Masih ingin ikut berburu tikus? Kalau saya memilih bertanggung jawab memilah sampah dan menjaga kebersihan lingkungan.
Tikus tidak akan berkembang biak di lingkungan yang bersih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.