Persoalan dengan tikus bukan persoalan hari ini. Bagi masyarakat agraris di perdesaan, persoalan dengan tikus adalah persoalan harian.
Para petani atau tepatnya buruh tani karena tidak lagi punya lahan, bisa bercerita banyak tentang persoalan yang kerap menggagalkan panen ini.
(Baca: Petani Berburu Tikus di Jombang)
Bagi masyarakat di perkotaan, persoalan tikus juga bukan persoalan hari ini. Bagi kita yang tinggal di kompleks-kompleks perumahan, tikus adalah bagian dari pemandangan harian.
Tikus hadir karena kita undang. Kebiasaan membuang semua sisa makanan yang kita miliki secara berlebihan dan nyatanya tidak sanggup kita habiskan adalah undangannya.
Terlebih jika petugas pengangkut sampah yang menggantikan tanggung jawab kita lantaran kita bayar tidak kunjung datang. Sampah yang sebagian besar adalah sisa-sisa makanan menumpuk dan kerap berserakan.
Tidak heran jika di sekitar tempat sampah yang jarang dibersihkan atau diangkut petugas, ada lobang atau liang yang dalam. Di lobang itu, tikus-tikus bersembunyi dan berkembang biak. Mereka beranak pinak.
Sisa-sisa makanan karena keserakahan dan tidak sanggup kita habiskan, dinanti tikus-tikus dari dalam lobang.
Tidak heran jika tikus-tikus di perumahan tambun dan kelebihan berat badan. Tidak ada upaya keras atau perjuangan untuk mereka mendapat makanan. Semua dekat dan jumlahnya berkelimpahan.
(Baca: Kenapa Tikus Berkembang Biak di Perumahan)
Meskipun tambun karena kelebihan berat badan dan membuatnya bergerak lamban, tidak mudah menangkap tikus-tikus di perumahan. Alasan tidak mudahnya menangkap tikus-tikus tambun ini adalah rasa jijik yang tak tertahan.
Jika ada kucing pun, tikus-tikus tambun dan lamban ini dibiarkan berkeliaran. Tidak heran jika populasi kucing tidak meniadakan populasi tikus di banyak kompleks perumahan. Kucing dan tikus sama-sama punya ruang.
Jika masih ragu, coba cek di kompleks perumahan Anda. Masih adakah kucing-kucing yang lincah berlari mengejar tikus-tikus?
Kucing dan tikus di Istana
Soal kucing dan tikus yang tidak bermusuhan tetapi saling memberi ruang ini juga terjadi di banyak tempat. Salah satunya di Istana Kepresidenan Jakarta.
Di periode tahun 2004-2009, Rumah Tangga Istana Kepresidenan Jakarta dibuat uring-uringan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan sempat kesal. Ketika hendak berpidato di depan para menteri, pelantang tidak berfungsi.
Setelah dicari tahu, pelantang itu tidak berfungsi karena kabel yang mengular di bawah meja dan karpet ada yang putus. Putusnya kabel pelantang itu diketahui karena ulah tikus-tikus.
Lebih dari itu, staf Rumah Tangga Istana Kepresidenan uring-uringan karena kesadaran bahwa banyaknya kucing tidak mengurangi populasi tikus di istana.
Semula, kehadiran kucing di Istana Kepresidenan Jakarta yang kerap juga merepotkan dimaklumi lantaran keyakinan akan mengurangi populasi tikus. Kenyataannya, dari kasus putusnya kabel pelantang, populasi tikus di istana tidak berkurang.
Kucing-kucing di istana tidak memusuhi tikus-tikus. Seperti terjadi di banyak kompleks perumahan, kucing dan tikus di istana hidup berdampingan.
Mengapa dua hewan ini bisa hidup berdampingan di istana? Berlimpahnya pasokan sisa-sisa makanan pesta di istana adalah jawabannya.
Kucing istana tidak perlu memburu tikus untuk mengusir lapar. Karena sisa makanan di istana berlimpah, kucing dan tikus juga tidak berebut makanan. Bagi kucing, hadirnya tikus bukanlah ancaman.
Karena kondisi ini, tikus dan kucing di istana sama-sama tambun. Mereka tidak bermusuhan. Mereka hidup berdampingan. Bahkan mungkin berkawan.
Kenyataan ini membuat staf Rumah Tangga Istana Kepresidenan Jakarta uring-uringan. Bukan hanya kabel pelantang Presiden yang jadi korban. Sejumlah ruangan di istana yang kerap kosong juga jadi tempat tikus bersarang. Kucing-kucing juga kerap mengacak-acak ruangan.
Karena itu, disiarkanlah secara terbatas tentang sayembara berburu kucing di istana ketika itu. Semua orang di istana bisa berpartisipasi untuk sayembara ini. Kucing yang bisa ditangkap dihargai dengan sejumlah uang.
Sayembara ini berjalan tetapi tidak mudah juga dilaksanakan. Meskipun termasuk jinak dan dalam kategori hewan peliharaan, menangkapi kucing di istana bukan perkara yang mudah dilakukan.
Sewa perusahan jasa
Untuk tikus-tikus, karena kucing-kucing di istana tidak bisa diandalkan, istana menyewa perusahaan jasa asal Denmark. Nama perusahaan jasanya adalah ISS.
Secara bersamaan, sayembara berburu kucing dilaksanakan bersamaan dengan kerja perusahaan jasa ini. Tikus dibasmi dengan memasang sejumlah jebakan. Dengan alat-alat tertentu, tikus-tikus dihalau ketika hendak masuk ruang-ruang tertentu di istana.
Tidak terlalu lama, populasi tikus di istana berkurang. Atas bantuan perusahaan jasa yang disewa ini, kucing-kucing juga tidak banyak lagi berkeliaran.
Efektif dan berdaya guna kerja perusahaan jasa ini. Uring-uringan staf Rumah Tangga Istana Kepresidenan tidak lagi terdengar.
Hari-hari ini, di sekitar istana diwacanakan sayembara berburu tikus. Namaya Gerakan Basmi Tikus. Penggagasnya adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
(Baca: Gerakan Basmi Tikus di Jakarta)
Berbeda dengan di istana, pembasmian tikus di Jakarta diserahkan ke masyarakat. Karena luas wilayahnya dan banyaknya tikus, menyerahkan ke perusahaan jasa mungkin tidak akan efektif juga.
Namun, apakah masyarakat tergerak untuk gerakan ini?
Berhari-hari gerakan basmi tikus ini dicanangkan, belum terdengar partisipasi masyarakat berikut hitung-hitungan hasil tangkapan. Padahal, Pemerintah DKI Jakarta telah menyiapkan dana Rp 20.000 untuk satu ekor tikus yang ditangkap.
Melihat gerakan basmi tikus yang diwacanakan menjelang kampanye Pilkada DKI Jakarta tanpa persiapan yang matang, tidak terlalu sulit menempatkan ujaran Djarot ini.
Dalam strategi komunikasi, wacana yang disampaikan Djarot untuk membasmi tikus bisa dimaknai sebagai strategi untuk tetap diperbincangkan, mendapat sorot kamera, dan tempat di media.
Terlebih di saat bersamaan, menurut hasil sejumlah survei, elektabilitas para penantang yaitu Agus-Sylvi dan Anies-Sandi mengalami peningkatan.
(Baca: Ahok-Djarot Kuat, Tetapi Trennya Turun)
Menengok ke belakang, agak janggal melihat petahana membuat gerakan dengan pelibatan masyarakat. Kritik para penantang tepat menukik pada minimnya ajakan pelibatan masyarakat ini.
Di beberapa persoalan, untuk membereskan banyak urusan, masyarakat kerap tidak dilibatkan. Cara instan yang cepat nyata hasilnya untuk dipamerkan jadi pilihan.
Untuk membersihkan jalan dan sungai yang memang terbukti bersih, jasa pasukan oranye dioptimalkan dengan perbaikan upah dan penghasilan. Dari sisi peningkatan kesejahtaraan dan kebersihan kota, memang membanggakan.
Namun, untuk upaya itu, tidak ada gerakan untuk mengajak masyarakat. Semua diserahkan kepada penyedia jasa. Masyarakat tidak diajak serta bertanggung jawab dan berperan.
Tentu saja, tanggung jawab masyarakat itu bukan dengan terjun ke sungai memunguti sampah. Tidak ada warga Jakarta yang akan tergerak. Terlebih, kelas menengah sebagai isi warga Jakarta terkenal manja.
Gerakan itu bisa dengan upaya bersama tidak membuang sampah ke sungai. Bisa juga gerakan untuk mengelola sampah secara mandiri di kompleks-kompleks perumahan. Inti gerakannya adalah mengajak masyarakat bertangung jawab.
Bank sampah misalnya bisa jadi pilihan. Selain bernilai ekonomi, pengelolaan sampah secara mandiri membuat masyarakat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.
Untuk hal ini, pelibatan masyarakat tidak terdengar dilantangkan sebagai gerakan. Yang saat ini terdengar adalah mengajak masyarakat Jakarta membasmi tikus. Untuk wacana ini, tidak jelas juga bagaimana mekanismenya.
"Tikus" urusan KPK
Padahal, untuk membasmi tikus, justru terbukti efektif jika menyewa perusahaan penyedia jasa. Selain terbukti di Istana Kepresidenan Jakarta, hadirnya KPK yang "disewa" negara membuktikan hal ini juga.
Tidak hanya "tikus" yang diringkus KPK, tetapi juga "kucing-kucingnya". Selain para maling uang negara, KPK juga menangkapi pihak-pihak yang seharusnya menangkap maling-maling itu.
Selain ada maling uang negara, di tahanan KPK ada penegak hukum juga. "Tikus" dan "kucing" diringkus bersama-sama oleh lembaga yang "disewa" negara. Dua belas tahun efektif dan nyata hasil kerja KPK.
Meskipun membanggakan bagi warga, situasi ini tentu memprihatinkan bagi penyelenggara negara. Karena itu, Presiden Jokowi menyerukan perlunya perbaikan di lembaga penegakan hukum tanpa perlu lembaga "sewa".
Paket kebijakan hukum lantas digulirkan. "Kucing-kucing" akan diberdayakan untuk menangkapi "tikus-tikus". Terlalu beresiko jika menyerahkan menangkapi "tikus" dan "kucing" kepada warga saat tidak boleh lagi "sewa" lembaga.
(Baca: Kejaksaan dan Polri Perlu Perbaikan)
Masih ingin ikut berburu tikus? Kalau saya memilih bertanggung jawab memilah sampah dan menjaga kebersihan lingkungan.
Tikus tidak akan berkembang biak di lingkungan yang bersih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.