Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Warga Jakarta soal Program BLT Agus dan Anies

Kompas.com - 02/11/2016, 11:25 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan bantuan langsung tunai kembali terdengar, kali ini di tengah kampanye Pilkada DKI Jakarta. Kebijakan yang awalnya diberlakukan oleh Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu, kini ditawarkan oleh anaknya, calon gubernur Agus Harimurti Yudhoyono.

Agus dan saingannya, Sandiaga, menilai BLT dapat membantu masyarakat miskin untuk menyambung hidupnya dan meningkatkan perekonomian. Sementara Ahok, menolak dengan alasan tidak mendidik.

Apa kata warga soal ini?

Sunadi (45), warga Pasar Minggu, mendukung jika kebijakan BLT diberlakukan. Ia mengatakan, anggaran DKI yang begitu besar jauh lebih baik jika dialokasikan untuk membantu masyarakat menengah ke bawah.

"Sekarang daripada pemborosan anggaran buat proyek tol, bangun jalan buat orang bermobil, apalagi kita tahu proyek kan sarang korupsi, lebih baik buat rakyat," katanya saat ditemui di sebuah warung kopi di Jalan Nipah, Jakarta Selatan.

Sunadi yang bekerja sebagai tukang ojek masih mengingat ketika 2008 lalu menerima BLT sebesar Rp 300.000 untuk tiga bulan. Uangnya untuk membantu kebutuhan istri dan empat anaknya. Ia waktu itu masih bekerja sebagai buruh kasar.

"Ya alhamdulillah waktu itu lumayan bantu istri belanja," ujarnya.

Hal yang sama diungkapkan Iwan (52), sopir bajaj warga Jatinegara. Iwan mengatakan tak menolak keberadaan BLT. Menurut dia, jika diberlakukan, BLT hanya akan berasa seperti tunjangan hari raya yang tak pernah didapatkannya.

"Waktu itu memang langsung berasa pas bensin naik, kalau sekarang bisa ngasih berapa? Apa bisa ngasih paling tidak Rp 1 juta buat tiap keluarga," kata Iwan.

Iwan yang pada 2008 tak terdaftar BLT melihat program itu tidak banyak membuat orang-orang tak mampu meningkat taraf hidupnya, apalagi untuk hidup di Jakarta. Apalagi kini, dengan semakin beragamnya kebutuhan, Iwan tak yakin program itu akan membuatnya bebas dari kemiskinan.

Sementara Chaerul (38), seorang sopir pribadi yang tinggal di Cawang, mengatakan, BLT sebaiknya tak diberlakukan karena tidak efektif membatu masyarakat. Menurut dia, kesulitan yang dirasakan masyarakat saat ini adalah kekhawtiran akan pekerjaan dan tempat tinggal.

Ia menilai, alih-alih memberikan uang tunai yang berpotensi tidak tepat peruntukannya, pemerintah harusnya memberikan subsidi, dan tepat sasaran bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.

"Kan bisa pemerintah bangun rusun bersubsidi untuk yang belum bisa beli rumah, atau buat pelatihan dan kasih modal usaha ibu-ibu yang mau dagang," ujarnya.

Jika pemerintah membantu dengan menyediakan subsidi untuk kebutuhan masyarakat seperti tempat tinggal, listrik, sembako, transportasi, dan berobat gratis, maka bantuan tunai tak diperlukan. Bagi Chaerul, program itu lebih terasa manfaatnya dalam jangka panjang.

Kompas TV Agus Yudhoyono: Pembangunan Jakarta Harus untuk Rakyat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Megapolitan
BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

Megapolitan
Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Megapolitan
Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu 'Video Call' Setiap Hari?

Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu "Video Call" Setiap Hari?

Megapolitan
Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Megapolitan
Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Megapolitan
Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Megapolitan
Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Megapolitan
Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com