JAKARTA, KOMPAS.com — Aksi unjuk rasa yang digelar massa dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) pada Jumat (4/11/2016) lalu di depan Istana Kepresidenan Jakarta berujung ricuh.
Mulanya, aksi tersebut berjalan dengan damai.
Namun, di pengujung demo, tepatnya setelah massa akan dibubarkan, aksi penyampaian pendapat yang menuntut proses hukum terhadap calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, itu berubah ricuh.
Sebagian dari mereka menyerang polisi dengan botol air mineral, batu, hingga bambu.
(Baca juga: SBY Dicurigai di Balik Unjuk Rasa 4 November, Ini Kata Ibas)
Melihat situasi yang mulai tak kondusif, aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah pendemo.
Di lain pihak, massa mulai melakukan pembakaran. Berdasarkan catatan kepolisian, ada tiga kendaraan milik aparat yang diduga dibakar massa.
Melihat demo yang menjadi ricuh, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan pihak kepolisian untuk menghentikan tembakan gas air mata.
Selain itu, Tito mengimbau agar massa tidak menyerang aparat. Massa juga diimbau untuk segera membubarkan diri.
Akhirnya, kericuhan dapat diredakan. Setelah situasi terkendali, Presiden RI Joko Widodo menggelar konferensi pers di Istana Kepresidenan.
Dalam konferensi pers tersebut, Jokowi menyebut bahwa kerusuhan terjadi karena ada aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi.
"Kita menyesalkan kejadian bakda isya yang harusnya sudah bubar, tetapi menjadi rusuh. Ini sudah ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," kata Jokowi dalam jumpa pers seusai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (5/11/2016) pukul 00.10 WIB.
Provokator ditangkap
Selanjutnya, polisi bergerak untuk mencari tahu provokator dalam kericuhan tersebut. Polisi kemudian mengamankan 10 orang yang diduga provokator.
Namun, keesokan harinya, 10 orang tersebut dilepas. Mereka dilepas karena polisi tak memiliki alat bukti yang cukup untuk menjeratnya sebagai tersangka.
Tak berhenti di situ, polisi terus mengumpulkan barang bukti terkait kericuhan tersebut.
(Baca juga: Polisi Buru Pengunggah Video yang Tuding Kapolda Metro Memprovokasi Pendemo)
Dari lokasi kericuhan, polisi mengumpulkan barang bukti berupa batu, bambu, tabung gas mini, ujung pagar yang berbentuk lancip, hingga paku yang menyerupai anak panah.
Barang-barang ini diduga digunakan massa untuk menyerang aparat. Selain itu, polisi mengidentifikasi foto ataupun video dalam kericuhan tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mencari tahu siapa saja provokator yang membuat aksi damai tersebut berubah menjadi ricuh.
Hingga Selasa (8/11/2016) dini hari, polisi melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga menjadi provokator dalam aksi penyampaian pendapat tersebut.
Sebanyak lima orang diamankan di tempat berbeda malam itu. Kelima orang ini merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang juga mahasiswa.
(Baca juga: HMI Ajukan Gugatan Praperadilan atas Penetapan Tersangka 5 Anggotanya)
Satu di antaranya adalah Sekertaris Jenderal HMI, Amijaya, yang ditangkap oleh polisi di Kantor Sekretariat HMI di Jalan Sultan Agung, Manggarai, Jakarta Selatan.
Adapun keempat orang lainnya adalah Ismail Ibrahim, Rahmat Muni, Romadon Reubun, dan Muhammad Rizki Berkat.
Mengaku disuruh
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, para tersangka mengaku kepada penyidik bahwa mereka berbuat demikian karena ada yang menyuruh dari mobil komando para demonstran.
"Pengakuan dari mereka dapat ini kan terprovokasi karena ada perintah (dari) mobil komando untuk maju mendorong anggota kami," kata Awi di Mapolda Metro Jaya, Selasa.
Awi menyampaikan, saat ini penyidik sedang mengumpulkan alat bukti yang sesuai dengan keterangan para tersangka.
"Provokasi-provokasi, yang melakukan siapa, tentu kami akan konstruksikan, kami akan minta pertanggungjawaban siapa yang melakukan perintah komando," kata dia.
Oleh karena itu, kata Awi, pihaknya tidak menutup kemungkinan menetapkan tersangka lain dalam aksi unjuk rasa yang berujung ricuh tersebut.
"Masa proses (penyelidikan) masih berlanjut. Kami masih identifikasi. Tentu kami akan cari benang merahnya," ujar Awi.
(Baca juga: Fadli Zon Pertanyakan Dasar Penangkapan 5 Pengurus HMI)
Akibat ulahnya, kelima anggota HMI itu dijadikan tersangka atas pelanggaran Pasal 212 juncto Pasal 214 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
Ancaman hukumannya, pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.