JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, mengalami penolakan saat berkampanye di sejumlah tempat.
Pada Rabu (9/11/2016), Djarot mengalami penolakan saat blusukan Kembangan Selatan dan Kembangan Utara, di Wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Massa yang menolak kehadiran Ahok atau Djarot tersebut melakukan aksinya terkait kasus dugaan penistaan agama, seperti yang terjadi pada Rabu (2/11/2016) di Pasar Rawa Belong.
Saat itu, polisi berpakaian preman mesti mengevakuasi Ahok menggunakan Mikrolet M24 karena suasana tidak kondusif.
Penolakan berikutnya terjadi di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2016).
Seorang pemuda sempat memprovokasi warga saat Ahok kampanye di sana. Seruan pemuda itu sama, yakni terkait masalah dugaan penistaan agama.
Pemuda itu akhirnya diminta pergi dari lokasi oleh petugas. Warga setempat juga sempat dibuat geram dengan aksi pemuda tersebut.
(Baca juga: Kampanye Ahok-Djarot Ditolak, Sophia Latjuba Harap Ketegasan Bawaslu)
Setali tiga uang, Djarot mengalami kasus serupa. Contohnya, saat cawagub DKI nomor pemilihan dua itu blusukan di kampung nelayan di Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (3/11/2016).
Warga datang berdemo sambil menenteng karton putih bertuliskan "Kami Forum RT/RW dan Warga Masyarakat Nelayan Kalibaru Menolak Ahok dan Djarot".
Namun, kali ini penolakan itu terkait masalah penggusuran. "Kami warga Kalibaru, kami menolak kepemimpinan diktator," teriak warga saat itu.
Penolakan terhadap Djarot berikutnya terjadi Rabu (9/11/2016).
Kejadiannya di dua titik, yakni di perkampungan di Kembangan Selatan dan di rumah seorang tokoh Betawi di Kembangan Utara, Jakarta Barat.
Dengan spanduk dan yel-yel, belasan orang "mengusir" Djarot dari lokasi. Djarot menduga aksi penolakan itu dilakukan pihak luar, atau bukan dilakukan warga setempat.
Sebab, kata dia, warga di lokasi blusukan menyambut politikus PDI Perjuangan itu dengan baik.
Djarot tak gentar