Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Interpreter", Profesi Paruh Waktu dengan Penghasilan Puluhan Juta Rupiah

Kompas.com - 12/11/2016, 15:59 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Di sebuah sudut salah satu ruangan di sebuah hotel di Jakarta, belum lama ini, saya melihat dua orang pria duduk di dalam sebuah kotak kayu yang dilengkapi kaca.

Kedua pria ini, Indra Damanik dan Fajar Perdana, sama-sama mengenakan "headphone" untuk mendengarkan paparan yang disampaikan seorang pria berkebangsaan Australia.

Tentu saja pria Australia itu menyampaikan materi yang dibawakannya dalam bahasa Inggris.

Nah, tugas Indra dan Fajar adalah menginterpretasikan, bukan menerjemahkan, semua materi yang disampaikan dalam bahasa Indonesia agar dipahami para peserta sebuah pelatihan yang digelar UNODC, badan PBB urusan kejahatan dan narkotika.

Melihat pekerjaan kedua pria ini, saya terkenang film The Interpreter (2005) yang dibintangi aktris cantik Nicole Kidman.

Dalam film itu, Kidman memerankan karakter Sylvia Broome, seorang interpreter alias juru bahasa untuk seorang presiden sebuah negara Afrika di markas PBB New York.

Indra dan Fajar, meski tak secantik Kidman, juga merupakan para juru bahasa profesional. Saya pun bertanya apakah mereka pernah melihat film The Interpreter?

"Saya sudah menontonnya. Tapi dalam film itu, Nicole Kidman melanggar etika profesi interpreter. Sebab, dia mau membunuh presiden negara Afrika itu," kata Fajar sambil tertawa.

Dalam film itu, karakter yang diperankan Kidman memang berencana membunuh Edmond Zuwanie, Presiden Matobo, negara fiktif di Afrika yang membunuh kedua orangtua
Sylvia Broome, sang interpreter.

Terlepas dari apa pun pendapat soal film itu, profesi menjadi juru bahasa merupakan sebuah pekerjaan yang menarik dengan penghasilan yang lebih dari lumayan.

Sayangnya, profesi juru bahasa masih terbilang langka di Indonesia dan bisa dikatakan bukan menjadi cita-cita banyak orang.

Berawal dari "kecelakaan"

"Tentu saja bukan cita-cita sebab selama sekolah hingga kuliah saya enggak pernah dengan profesi juru bahasa atau interpreter ini," kata Indra Damanik (40) kepada Kompas.com belum lama ini.

Indra justru pernah menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sayangnya dia tak menyelesaikan kuliahnya di ITB dan kemudian memilih mengajar bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus ternama di Jakarta.

"Setelah tiga tahun mengajar, ada teman yang mengajak untuk mencoba jadi juru bahasa, itu awalnya. Bahkan sebelumnya saya enggak tahu ada profesi semacam ini," kata pria yang masih melajang ini.

Pengalaman yang hampir sama juga dialami Fajar Perdana (40) saat mengawali kariernya sebagai juru bahasa atau interpreter.

"Awalnya saya diminta teman untuk menggantikan rekannya yang berhalangan, dia kemudian mencari orang yang bisa berbahasa Inggris," ujar Fajar.

Sebelum menjadi interpreter, Fajar melanjutkan, dia juga sudah kerap bekerja menjadi penterjemah meski sebagian besar dalam bentuk tertulis.

"Teman saya menelepon dan bilang pekerjaan ini tak jauh berbeda dengan menerjemahkan tulisan. Bedanya hanya diucapkan, verbal. Jadi modal nekat sih," tambah dia.

Beruntung, tambah Fajar, rekannya saat itu memahami kondisi dia sebagai "orang baru" sehingga banyak memberi bimbingan sehingga tidak gagal dalam pekerjaan pertama.

Meski berawal dari "kecelakaan", Indra dan Fajar kini sangat menikmati pekerjaan mereka. Buktinya, Indra dan Fajar masing-masing sudah menggeluti profesi ini selama 13 dan delapan tahun.

Menyenangkan dan menantang

Pekerjaan menjadi juru bahasa, menurut Indra, sangat menyenangkan karena dia selalu terhubung dengan hal-hal dan orang-orang baru.

Salah satu pengalaman yang paling diingatnya adalah kali pertama menjadi interpreter, Indra langsung terlibat dalam pelatihan untuk anggota Densus 88 di Megamendung, Jawa Barat.

"Saat itu pelatihnya dari Amerika para mantan tentara dan SWAT (satuan khusus kepolisian di AS)," kenang Indra.

Indra mengisahkan, para mantan tentara dan SWAT itu saat memberikan materi hampir setiap kalimat diselipi kata-kata makian.

Awalnya, mereka ingin semua perkataan yang mereka keluarkan disampaikan apa adanya kepada peserta pelatihan.

"Tapi saya jelaskan, saya tidak bisa menerjemahkan semua kata karena khawatir malah bisa timbul perselisihan," ujar Indra.

"Saya katakan kepada mereka, para peserta paham jika para pelatih itu marah atau memberikan instruksi," tambah dia.

Mengenai masalah ini, Fajar menimpali, memang pekerjaan juru bahasa itu tidak menyampaikan kata demi kata dari seorang narasumber.

"Kami bukan seperti penerjemah tulisan yang punya tenggat waktu longgar, bisa buka kamus, internet atau bertanya. Kami tak punya kemewahan itu," papar Fajar.

"Kami harus bekerja cepat, mendengarkan si narasumber lalu menyampaikan apa yang dikatakannya kepada pendengar," lanjut Fajar.

Sehingga, sebelum memulai sebuah pekerjaan, para interpreter membutuhkan waktu untuk mempelajari materi yang akan disampaikan.

"Biasanya penyelenggara akan memberikan bahan bacaan satu atau dua hari sebelum acara dimulai agar kami cukup memahami apa yang akan disampaikan," kata Indra.

Cocok untuk orang pelupa

Seperti halnya profesi lainnya, pekerjaan ini juga memiliki kode etik meski sejauh ini hanya berupa imbauan bukan sebuah kewajiban.

"Jika ada kegiatan yang berpotensi mengganggu keamanan negara dan norma-norma di masyarakat memang dianjurkan agar tidak diambil," kata Fajar.

Namun, lanjut Fajar, semua dikembalikan kepada sang interpreter sendiri untuk memutuskan mengambil atau menolak sebuah pekerjaan.

Selain itu, masih kata Fajar, seorang interpreter tidak boleh membicarakan hal-hal yang didengarnya di dalam sebuah acara.

"Kami terkadang berada di sebuah pertemuan tertutup mulai dari level negara hingga level pribadi," lanjut Fajar sambil mengisap sebatang rokok.

"Misalnya, ada pasangan beda bangsa ingin memmbawa masalahnya ke ranah hukum dan kami harus menjadi interpreter, kami tak boleh membicarakan hal tersebut di luar,"  tambah Fajar.

Demikian pula misalnya, menjadi juru bahasa untuk dokter dan membicarakan masalah kesehatan seseorang. "Hal semacam ini juga tidak boleh dibicarakan dengan orang lain."

"Intinya jadi interpreter itu harus cepat lupa. Pekerjaan ini cocok untuk orang pelupa jadi kalau ada yang bertanya cukup dijawab aduh lupa," tambah Fajar sambil tergelak.

Cukup menjanjikan

Pertanyaan terpenting untuk setiap profesi adalah apakah penghasilan dari pekerjaan ini cukup layak? Apalagi sebagian besar interpreter ini adalah para freelance.

Fajar Perdana mengatakan, tarif seorang interpreter memang sangat dipengaruhi pasar. Namun, juga tergantung sang interpreter itu menghargai kemampuan dan pengetahuannya serta risiko.

"Kadang-kadang lupa bahwa pekerjaan ini ada risikonya, baik dari sisi hukum, keselamatan," tambah dia.

Soal tarif, Fajar menjelaskan, meski belum spesifik mereka menggunakan standar ongkos terjemahan dan kejurubahasaan yang diterbitkan Kementerian Keuangan.

"Kalau bahasa yang susah misalnya Rusia, Mandarin, atau Swahili tarifnya bisa mencapai Rp 8-10 juta sehari artinya delapan jam kerja," kata Indra Damanik.

"Kalau bahasa Inggris antara Rp 2,5 juta-Rp 6 juta sehari, karena paling umum. Dan setiap bekerja harus berpasangan agar tidak mengganggu konsentrasi," tambah Indra.

Para juru bahasa ini tidak selalu harus dipekerjakan untuk satu hari penuh. Namun, jika bekerja di bawah delapan jam maka tarif akan disesuaikan.

Namun, Indra mengatakan, profesi ini belum terlalu banyak diketahui masyarakat Indonesia meski penghasilan yang diperoleh cukup menjanjikan.

"Banyak guru dan senior saya yang sudah sangat lama menjalani profesi ini membuktikan pekerjaan ini bisa membuat dapur 'ngebul', enggak mepet-mepet amatlah," kata Fajar.

"Masih bisa main dan menabung, asal jangan kawin dulu," tambah Indra tergelak.

"Hal terutama yang harus diperhatikan adalah menjaga kualitas, karena pekerjaan ini sangat berbasis dengan kepercayaan. Sekali kita tak dipercaya, maka selesailah kita," Fajar menegaskan.

Jadi, apakah Anda berminat untuk menjadi interpreter?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum 'Update' Kasus Kematian Akseyna

Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum "Update" Kasus Kematian Akseyna

Megapolitan
Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Megapolitan
Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Megapolitan
Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Megapolitan
Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Megapolitan
Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Megapolitan
Singgung 'Legal Standing' MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Singgung "Legal Standing" MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Megapolitan
Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Megapolitan
Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Megapolitan
Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Megapolitan
Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com