JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum menghadirkan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan pencucian uang dengan terdakwa Mohamad Sanusi.
"Saudara ditunjuk menjadi ahli dalam perkara ini, sebelumnya akan disumpah dulu ya," ujar hakim di ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (21/11/2016).
Mohamad Sanusi menjadi terdakwa kasus dugaan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar.
Jaksa penuntut umum menyimpulkan hal itu dengan cara melihat banyaknya aset mantan anggota DPRD DKI itu tidak sesuai dengan pendapatan Sanusi per bulan.
Dalam dakwaan, aset-aset yang diduga bersumber dari hasil pencucian uang adalah tanah dan bangunan di Jalan Musholla, Kramat Jati, yang dijadikan kantor "Mohamad Sanusi Center", dua unit rusun Thamrin Executive Residence, tanah dan bangunan di Perumahan Vimala Hills Villa and Resort Cluster Alpen, dan satu unit rusun di Jalan MT Haryono.
Kemudian, dua unit apartemen Callia, satu unit apartemen di Residence 8 Senopati, tanah dan bangunan di Perumahan Permata Regency, tanah dan bangunan di Jalan Saidi 1 Cipete Utara, mobil Audi A5 2.0 TFSI AT tahun 2013, mobil Jaguar tipe XJL 3.0 V6 A/T tahun 2013.
(Baca: Sejak 2009, Nilai Aset Sanusi Selalu Bertambah)
Beberapa aset tersebut diketahui dibayar oleh Direktur Utama PT Wirabayu Pratama, Danu Wira. Ternyata, PT Wirabayu Pratama juga merupakan perusahaan rekanan Dinas Tata Air.
Sanusi sebelumnya merupakan ketua Komisi D DPRD DKI yang bermitra dengan Dinas Tata Air.
Fakta-fakta itulah yang membuat jaksa menduga sejumlah aset Sanusi didapatkan dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air. Dibelikan dalam bentuk harta untuk menyamarkan asal usul aset tersebut.