Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Perbedaan Paspor Biasa dengan Paspor Elektronik

Kompas.com - 23/11/2016, 18:57 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyediakan dua jenis paspor bagi masyarakat, yaitu paspor biasa dan paspor elektronik atau e-paspor.

Pilihan ini disediakan dalam rangka mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang ingin atau sering bepergian ke luar negeri.

"Paspor elektronik sudah diluncurkan sejak tahun 2011. Sampai sekarang, di Imigrasi masih melayani pembuatan paspor biasa dan paspor elektronik," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soekarno-Hatta, Alif Suaidi, kepada Kompas.com di kantornya, Rabu (23/11/2016).

Alif turut memperlihatkan seperti apa bentuk fisik paspor biasa dan paspor elektronik. Dari pengamatan secara sekilas, tidak nampak perbedaan berarti antara paspor biasa dengan yang elektronik.

Ukuran dan model paspornya pun sama persis, termasuk dengan desain dalam paspor tersebut yang menggunakan blangkon bergambar latar belakang kekayaan alam, flora, dan fauna di Indonesia. Perbedaan baru didapati jika melihat lebih teliti lagi.

Di sampul depan paspor elektronik, ada lambang kotak kecil dengan lingkaran yang lebih kecil lagi di bagian tengah. Lambang yang dimaksud berada tepat di bawah tulisan paspor. Kemudian, hal yang membedakan dengan paspor biasa ada pada halaman paling belakang paspor elektronik yang jadi satu dengan sampul belakang.

Di sana, ada lambang serupa dan peringatan tertulis yang berbunyi, "Paspor ini dilengkapi dengan cip elektronik yang sensitif. Paspor ini tidak boleh ditekuk, dilipat, dilubangi, dicelupkan dalam cairan, atau dibanting. Paspor ini juga tidak boleh ditaruh di tempat yang sangat panas atau lembab, di tempat yang langsung terkena cahaya matahari, di sekitar area elektromagnetik seperti televisi, microwave, atau terkena bahan-bahan kimia".

Alif mengungkapkan, chip di paspor elektronik memiliki ukuran yang sangat tipis dan diletakkan di sampul belakang. Hal inilah yang membuat lembar sampul belakang paspor elektronik terasa lebih tebal dari paspor biasa.

"Di dalam chip tersimpan data-data elektronik, sampai sidik jari dan foto pemiliknya. Makanya hingga saat ini, paspor elektronik sangat sulit untuk dipalsukan ketimbang paspor biasa," tutur Alif. (Baca: Ada "Chip" di Paspor Elektronik, Ini Cara Merawatnya agar Tetap Awet)

Selain bentuk fisiknya, harga dan waktu pembuatan paspornya pun berbeda. Paspor biasa dipatok sebesar Rp 355.000, sedangkan harga pembuatan paspor elektronik sebesar Rp 655.000.

"Kalau paspor biasa akan selesai tiga hari setelah pembayaran dilakukan, paspor elektronik butuh waktu kira-kira lima hari. Petugas memerlukan waktu untuk memverifikasi data digital ke sistem pusat, apalagi data di sistem pusat itu dari seluruh Indonesia, makanya butuh waktu lebih lama dibanding paspor biasa," ujar Alif.

Kompas TV Paspor Hilang, Jemaah Haji Menginap 3 Hari di Bandara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Megapolitan
Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Megapolitan
Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Megapolitan
Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Megapolitan
Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Megapolitan
Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Megapolitan
Banjir dan Fasilitas Rusak, Pekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa: Tolong Perbaiki supaya Banyak Pengunjung...

Banjir dan Fasilitas Rusak, Pekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa: Tolong Perbaiki supaya Banyak Pengunjung...

Megapolitan
Walkot Depok Idris: Saya 'Cawe-cawe' Dukung Imam Budi Hartono di Pilkada

Walkot Depok Idris: Saya "Cawe-cawe" Dukung Imam Budi Hartono di Pilkada

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com