Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Celotehan Buni Yani yang Menyeretnya Jadi Tersangka Kasus SARA

Kompas.com - 24/11/2016, 09:06 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Buni Yani harus berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran celotehannya di dunia maya. Pada Rabu (23/11/2016) kemarin, dia ditetapkan polisi sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait isu SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan).

Bekas dosen sebuah kampus swasta di Jakarta itu terjerat kasus pidana akibat tiga paragraf yang dia tulis di akun Facebook-nya. Tulisannya, yang merupakan statusnya di Facebook itu, dianggap telah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Pada 6 Oktober 2016, Buni mengunggah penggalan video pidato Gubernur DKI Jakarta, yang kini non-aktif karena harus mengikuti kampanye Pilkada DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berkunjung ke Kepulauan Seribu. Dalam video berdurasi 30 detik itu, Buni membubuhkan keterangan yang kini dianggap telah memprovokasi dan mencemarkan nama baik.

Penggalan video dan keterangan yang diunggah Buni (55 tahun) itu langsung menjadi viral di media sosial. Video tersebut menjadi buah bibir di masyarakat karena perkataan Ahok dalam video itu dianggap telah menistakan agama.

Buni dinilai telah melakukan provokasi. Buni lalu dilaporkan ke polisi oleh Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot pada 7 Oktober 2016. Tak terima disebut telah memprovokasi, Buni melapor balik Kotak Adja ke polisi pada 10 Oktober 2016.

Namun, rupanya bukan hanya Buni dan Kotak Adja yang terlibat aksi saling lapor. Masyarakat juga berbondong-bondong melaporkan Ahok ke polisi karena dianggap telah menyitir surat Al Maidah ayat 51 dalam video itu.

Pada 4 November lalu, aksi unjuk rasa besar-besaran bahkan terjadi untuk menuntut Ahok segera diproses secara hukum.

Akibat kegaduhan tersebut, polisi bergerak cepat menindaklanjuti laporan dari masyarakat soal dugaan penistaan agama itu. Polisi akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka pada 15 November 2016. Oleh polisi, Ahok dijerat dengan Pasal 156 huruf a KUHP dalam kasus penistaan agama dan Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka, polisi juga menindaklanjuti laporan Buni terhadap Kotak Adja yang dia nilai telah mencemarkan nama baiknya. Pada 18 November, Buni dipanggil polisi untuk menjalani pemeriksaan sebagai pelapor.

Buni memenuhi panggilan tersebut dengan didampingi kuasa hukumnya Aldwin Rahardian. Saat itu, Aldwin berkeyakinan bahwa tuduhan terhadap kliennya telah memprovokasi dan menyunting video terbantahkan setelah Ahok ditetapkan menjadi tersangka.

"Dengan dinyatakan Pak Ahok sebagai tersangka, secara tidak langsung apa yang dituduhkan kepada Pak Buni Yani terbantahkan," kata Aldwin di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/11/2016) lalu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com