JAKARTA, KOMPAS.com — Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, mengaku telah mengingatkan relawannya yang bergerak di media sosial untuk memanfaatkan kekuatan media sosial sebagai agen perubahan.
"Apa agen perubahan itu? Yaitu mengubah dari apa yang selama ini dipertontonkan, (seperti) kebencian. Kita harus menebar kebaikan, jangan menebar kebencian," kata Sandiaga saat ditemui di sela kampanye di Kelurahan Tengah, Kramatjati, Jakarta Timur, Kamis (24/11/2016).
Ia menanggapi ditetapkannya Buni Yani sebagai tersangka. Adapun Buni Yani adalah orang yang mengunggah ulang video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu. Dalam pidato tersebut, Ahok sempat mengutip ayat suci.
(Baca juga: Ahok Enggan Komentari Penetapan Buni Yani sebagai Tersangka)
Menurut Sandiaga, ketika media sosial diposisikan sebagai suatu kekuatan, penggunanya rawan menjadi berperilaku tidak baik.
Untuk itu, Sandiaga mengajak para pengguna media sosial untuk menyampaikan sesuatu yang positif, menyatupadukan, dan membangun optimisme.
Khusus terkait Pilkada DKI Jakarta 2017 ini, ia mengajak pengguna media sosial untuk tidak menebar informasi yang menjatuhkan para calon yang ada.
"Pilkada ini pasangan calonnya bagus-bagus. Mari kita angkat dengan berbicara paslon kita tanpa menjatuhkan calon lain," ujar Sandiaga.
Polda Metro Jaya menetapkan Buni Yani sebagai tersangka atas kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono menyatakan, Buni jadi tersangka bukan karena mengunggah video tersebut.
Namun, polisi menjadikan Buni sebagai tersangka karena caption yang dia tulis di akun Facebook-nya.
"Tidak ditemukan adanya perubahan atau penambahan suara BTP dari video yang di-posting. Video asli hanya dipotong menjadi 30 detik. Perbuatannya bukan mem-posting video, tetapi perbuatan pidananya adalah menuliskan tiga paragraf kalimat di akun Facebook-nya ini," kata Awi di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/11/2016).
(Baca jug: Celotehan Buni Yani yang Menyeretnya Jadi Tersangka Kasus SARA)
Tiga paragraf yang ditulis Buni, lanjut Awi, dinilai saksi ahli dapat menghasut, mengajak seseorang membenci dengan alasan SARA.
Dalam kasus ini, Buni terancam dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Ancaman hukumannya, maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.