JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana, Muzakir, menilai, polisi keliru dalam menyangkakan Pasal 207 KUHP untuk kasus Ahmad Dhani. Dhani dilaporkan ke polisi karena diduga menghina Presiden Joko Widodo saat berorasi pada demo 4 November 2016.
"Pasal penghinaan terhadap presiden itu sudah direvisi oleh MK. Kalau sudah diuji di MK maka pasal penghinaan terhadap presiden ya sudah tidak ada lagi. Kalau dikenakan Pasal 207 itu keliru juga," ujar Muzakir saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/11/2016).
Adapun Pasal 207 KUHP berbunyi, barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.
"Pasal itu kan menyebutkan penguasa. Presiden bukan penguasa. Presiden adalah presiden," ucap dia.
Muzakir menjelaskan, dahulu ada Pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden atau pun Wakil Presiden. Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 134 KUHP. Namun, Pasal tersebut saat ini telah dihapuskan.
Pada 4 Desember 2006 Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No. 013-022/PUU-IV/2006 telah menghapus pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Permohonan judicial review itu diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis.
MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. Oleh karena itu, menurut Muzakir, jika Pasal 134 sudah dihapus, maka seyogyanya polisi tidak bisa mengenakan seseorang yang menghina presiden dengan Pasal 207 KUHP. Sebab, menurut dia, dalam pasal tersebut menyebutkan penguasa dan bukan presiden.
"Dengan menggunakan pasal 207 KUHP, berarti penyidik polisi menyamakan presiden dengan penguasa. Penguasa itu sejajar dengan Kapolsek, Kapolres, Kapolda atau Kapolri, misalnya begitu. Masa presiden disamakan dengan itu. Sebagai jabatan lho ya," kata Muzakir.
Muzakir menyampaikan, jika memang Presiden Jokowi merasa keberatan dengan perkataan Ahmad Dhani, maka harus dirinya sendiri yang melapor. Namun, dalam laporan itu, Jokowi membuat laporan seperti warga biasa dan tidak membawa embel-embel kepala negara. Jika begitu, maka polisi bisa menyertakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dalam laporan tersebut.
Sama seperti saat Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang melaporkan Zaenal Maarif atas tuduhan pencemaran nama baik. Dalam laporan tersebut, Kata Muzakir, polisi menyangkakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.