Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Didesak Terbitkan Salinan Putusan Kasasi soal Kasus JIS

Kompas.com - 30/11/2016, 21:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung didesak segera menerbitkan salinan putusan kasasi dalam kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) dengan terpidana lima orang petugas kebersihan.

Pakar hukum pidana Universitas Nasional Azmisyah Putra saat dihubungi di Jakarta, Rabu (30/11/2016), mengatakan bahwa penerbitan salinan putusan itu merupakan salah satu bukti bahwa MA serius mereformasi hukum di Indonesia.

"Karena itu menyangkut perjuangan seseorang dalam mencari keadilan," kata Azmisyah.

Sehari sebelumnya, ketika diskusi publik membedah kasus JIS itu Azmisyah mengatakan bahwa penyerahan salinan putusan kasasi itu merupakan syarat bagi para terpidana untuk mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali.

Penyerahan salinan itu sekaligus memberikan kepastian hukum bagi terpidana bahwa mereka memang menerima vonis seperti yang disebutkan selama ini.

"Jadi, kalau ada orang yang merasa tidak terpenuhi hak-hak hukumnya, dia bisa menentukan langkah selanjutnya demi mencari keadilan," ujar Azmisyah.

Pada tanggal 28 Juli 2015, MA menolak kasasi yang diajukan para terpidana dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Namun, hingga 1,5 tahun berlalu, salinan putusan itu belum diserahkan oleh Mahkamah Agung sehingga upaya hukum PK oleh terpidana masih terganjal.

Dalam tataran akademis, Azmisyah meyakini penerbitan putusan kasasi bukan merupakan hal yang rumit sebab amar putusan tersebut sudah ada dan harusnya tinggal dipublikasi sehingga bisa memberikan kejelasan secara hukum.

Oleh karena itu, dia menganggap belum terbitnya salinan putusan kasasi kelima petugas kebersihan yang telah diputuskan sejak 1,5 tahun lalu, adalah sesuatu yang janggal.

"Sekarang semua publikasi kan serbamudah, harusnya hari ini diputuskan besoknya sudah ada salinannya," ujarnya.

Azmisyah pun menyatakan keseriusan MA dalam mereformasi hukum bisa diragukan jika dalam publikasi salinan putusan saja justru mengundang tanda tanya.

"Karena penundaan penerbitan salinan putusan itu, justru menjadi celah pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan keadaan," katanya.

Sementara itu, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting berpendapat bahwa masih ada celah-celah hukum yang mesti diperbaiki secara serius oleh negara.

Dalam kasus JIS, katanya, salah satu poin yang mesti dibenahi adalah implementasi sistem peradilan itu sendiri.

Ia menganggap dalam kasus JIS ini majelis hakim mengambil keputusan tidak berdasarkan kepastian alat bukti di persidangan.

Menurut Miko, hasil visum siswa JIS yang disebut menjadi korban kekerasan seksual secara materi sudah tidak memenuhi syarat kepastian hukum.

Hal itu karena empat hasil tes tidak membuktikan bahwa sang anak mengalami luka seperti yang diklaim selama ini.

Hal itu juga semakin menguatkan bukti bahwa enam petugas kebersihan yang menjadi terpidana mesti dibebaskan.

"Hakim dalam memutuskan tidak boleh ada unsur keragu-raguan, jadi putusan hakim patut dipertanyakan jika memutuskan berdasarkan hasil visum yang materinya diragukan," kata Miko.

Selain itu, dia juga menuntut pemerintah meminta maaf secara terbuka terhadap para terpidana JIS.

Hal itu karena enam terpidana itu sudah dilanggar hak-haknya akibat proses hukum yang dianggap tidak memenuhi prosedur yang seharusnya.

Opini publik

Sementara itu, Fauzan Lu, aktivis gerakan solidaritas Kawan8, memandang perlu dorongan publik yang besar untuk mengungkap kebenaran kasus ini.

Hal itu karena dia melihat selama ini hakim cenderung mengeluarkan putusan yang sangat dipengaruhi oleh opini publik.

"Selama ini hakim cenderung memuaskan opini publik saja, tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan," kata Fauzan.

Saat ini, gerakan solidaritas Kawan8 fokus pada perjuangan mereka agar keenam petugas kebersihan itu dapat dibebaskan.

Fauzan yakin mereka tidak bersalah mesti dipidana lantaran menjadi korban rekayasa kasus dan investigasi dengan niat jahat.

"Kami juga juga ingin mendukung para korban ini untuk memulihkan nama baik mereka beserta keluarganya karena hukuman sosial yang mereka derita juga sangat besar," kata Fauzan.

Kasus tersebut berawal saat enam petugas kebersihan di JIS dituduh sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap seorang murid berinisial MAK.

Mereka adalah Afrischa, Virgiawan Amin, Zainal Abidin, Agun Iskandar, Syahrial, dan Azwar (almarhum). Azwar meninggal dunia pada saat investigasi dengan tubuh penuh lebam.

Dua guru JIS kemudian juga dituduh melakukan kejahatan yang sama. Saat ini, ketujuh orang tersebut divonis hukuman bersalah oleh pengadilan.

Sementara itu, ibu dari MAK menuntut ganti rugi ke JIS atas kejadian tersebut melalui gugatan perdata sebesar 125 juta dollar AS atau lebih dari Rp 1,6 triliun.

Kompas TV Kasus JIS Janggal, Terpidana Akan Bebas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com