Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajukan Gugatan Praperadilan, Buni Yani Juga Persoalkan Surat Perintah Penangkapan

Kompas.com - 05/12/2016, 13:04 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Buni Yani mengajukan permohonan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016), terkait penetapannya sebagai tersangka.

Buni ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Permohonan gugatan praperadilan ini diterima pihak PN Jaksel dengan nomor 157/pid.pra/2016/PN Jkt Sel.

Selain soal penetapan sebagai tersangka, pihak Buni Yani juga mempersoalkan surat perintah penangkapan yang diterbitkan Polda Metro Jaya.

Surat itu diterbitkan pada hari yang sama dengan saat Buni diperiksa sebagai terlapor. Buni diperiksa sebagai terlapor kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada hari yang sama.

Bersamaan dengan penetapan Buni sebagai tersangka, Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penangkapan dan langsung melakukan pemeriksaan Buni sebagai tersangka.

Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian, mengatakan bahwa proses penetapan Buni sebagai tersangka yang disertai dengan surat perintah penangkapan itu tidak lazim.

Menurut Aldwin, polisi harusnya melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan kepada kliennya sebelum menerbitkan surat perintah penangkapan.

"Ada proses bahwa ketika Pak Buni Yani diperiksa sebagai saksi, beberapa saat kemudian langsung ditangkap, sedangkan proses pemeriksaan sebagai tersangka belum dilakukan. Artinya, penangkapan dilakukan terlebih dahulu sebelum proses pemeriksaan," kata Aldwin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

(Baca juga: Kepolisian Finalisasi Pemberkasan Kasus Buni Yani)

Kuasa hukum Buni Yani lainnya, Unoto Dwi Yulianto, menyampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, penangkapan yang bukan operasi tangkap tangan harus didahului dengan pemanggilan.

Tersangka bisa ditangkap setelah dua kali mangkir dari pemanggilan.

"Dalam hal ini, Pak Buni tidak tertangkap tangan. Oleh karenanya, kami menganggap tindakan-tindakan termohon sudah dilakukan di luar prosedur yang ada," kata Unoto.

"Kami mengajukan permohonan praperadilan guna melakukan koreksi tindakan termohon, yakni Kepolisian Republik Indonesia, yakni Polda Metro Jaya," sambung dia.

(Baca juga: Polisi Siap jika Buni Yani Ingin Ajukan Praperadilan)

Polda Metro Jaya memanggil Buni sebagai terlapor pada Rabu (23/11/2016).

Setelah menjalani pemeriksaan selama 11 jam, Buni ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro.

"Dari hasil pemeriksaan tersangka tadi malam sejak pukul 20.00 WIB, penyidik sudah melakukan penangkapan dan dilanjutkan ke pemeriksaan tersangka," kata Kombes Awi Setiyono yang ketika itu menjabat Kabid Humas Polda Metro Jaya. 

Kendati demikian, Buni tidak ditahan karena diangkap kooperatif.

Sementara itu, pihak kuasa hukum Buni akan menguji melalui gugatan praperadilan, apakah prosedur polisi terkait proses hukum kliennya ini sudah benar atau tidak.

"Kuasa hukum menerima sprin penangkapan itu, ini yang kami uji, bisa enggak polisi melakukan itu," kata Unoto.

Kompas TV Buni Yani Ajukan Gugatan Praperadilan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com