Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendardi: Penetapan Tersangka kepada Ahok karena Tekanan Massa

Kompas.com - 05/12/2016, 16:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi polemik.

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi melihat penetapan tersangka terhadap Ahok dikarenakan adanya desakan massa.

Sebelum Ahok ditetapkan sebagai tersangka, aksi unjuk rasa berlangsung pada Jumat (4/11/2016). Aksi itu dilakukan untuk menuntut agar hukum ditegakkan dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

"Saya melihat adanya tekanan massa inilah, yang jadi penyebab penetapan tersangka," ujar Hendardi saat dihubungi wartawan, Senin (5/12/2016).

Penetapan Ahok sebagai tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu.

Hal tersebut juga dilakukan sejumlah dokumen dan keterangan sejumlah ahli yang menilai perkara tersebut perlu dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Penetapan Ahok sebagai tersangka dinilai menjadi preseden buruk bagi kemajuan kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia.

Penegakan hukum atas dugaan penodaan agama tidak sepenuhnya dijalankan dengan mematuhi prinsip due process of law.

Namun, Hendardi berharap keputusan yang dibuat Polri patut dihormati.

Sebab, keputusan Polri adalah produk institusi yang patut dihormati.

"Nuansa tertekan terlihat dalam proses penyidikan. Namun karena telah menjadi putusan institusi penegakan hukum, maka proses hukum harus dihormati," imbuh Hendardi.

Sementara itu, Kejaksaan Agung telah memutuskan bahwa perkara tersangka Ahok telah dinyatakan P-21.

Dengan demikian, pihak terkait administrasi penanganan perkara di jajaran Pidana Umum Kejaksaan menyatakan berkas perkara hasil penyidikan Bareskrim Polri telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan.

Perkara Ahok dinyatakan P-21, setelah sebelumnya penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyerahkan berkas perkara tahap pertama kasus yang menjerat Ahok kepada Kejaksaan Agung, Jumat (25/11/2016).

Lima hari berselang, Kejaksaan Agung menyatakan perkara Ahok berstatus P-21.

"Secara umum tidak ada ketentuan batas waktu. Namun, memang ini terlalu cepat dan tidak lazim. Pernyataan P-21 begitu cepat," ujar Hendardi.

Menilai kasus tersebut, Hendardi berpandangan, seharusnya proses hukum terhadap Ahok dihentikan.

Argumen Hendardi menilik dari Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Berdasarkan aturan tersebut, jika pihak yang diduga melakukan penodaan agama kemudian telah meminta maaf, maka proses hukum seharusnya dihentikan.

"Saya menyatakan bahwa proses pidana atas dugaan penistaan agama atas Basuki semestinya tidak berlanjut karena yang bersangkutan telah meminta maaf," ucap Hendardi.

Sebab, Pasal 2 pada aturan itu berbunyi:

(1) Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/ aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

"Jika mengulangi perbuatannya, baru kemudian dipidana," ucap Hendardi. (Dennis Destryawan)

Kompas TV Viral Video Nusron Wahid Nasihati Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Megapolitan
Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Megapolitan
Pedagang Pigura di Jakpus 'Curi Start' Jualan Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Jakpus "Curi Start" Jualan Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Pertanyakan Urgensi Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Ketua DPRD DKI Pertanyakan Urgensi Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN Tak Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024

Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN Tak Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Sempat Mengamuk Saat Dibawa Sudinsos

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Sempat Mengamuk Saat Dibawa Sudinsos

Megapolitan
Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Kan Belum Dilantik

Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Kan Belum Dilantik

Megapolitan
Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Belum Ada yang Pesan

Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Belum Ada yang Pesan

Megapolitan
Gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN Berlanjut, Sidang Akan Digelar 2 Mei 2024

Gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN Berlanjut, Sidang Akan Digelar 2 Mei 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com