Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Bertahan di Rusun Mangkrak

Kompas.com - 05/12/2016, 17:00 WIB

Bau sate menyergap hidung. Aroma kuah masakan untuk sate kulit itu menerobos kamar-kamar yang sebagian besar tidak berpenghuni di Rusunawa Penjaringan, Jakarta Utara. Meski hanya sementara, bau masakan mengenyahkan bau kecoa, sampah basah, hingga bau bangkai tikus yang memenuhi udara.

Roliyah (73) mengaduk masakan berupa kulit sapi yang telah dipotong persegi. Kulit yang telah dimasak terlebih dahulu itu dicampur rupa-rupa bumbu dan rempah, lalu dimasak hingga kuah mengental. Setelah matang, sate kulit itu akan dijual oleh anaknya.

"Nanti dijual di dekat pabrik-pabrik di Muara Karang. Lumayanlah bantu-bantu biaya sehari-hari," kata nenek 16 cucu ini sambil mengaduk masakannya, Selasa (22/11/2016) siang.

Cuaca lumayan cerah siang itu. Sinar matahari masuk ke dalam bagian blok rusun yang atapnya telah hilang. Sebagian besar diambil untuk dijual kembali, termasuk besi pagar dan pintu. Pakaian berceceran di dalam kamar atau di selasar rusun.

Tiga dari 17 blok di Rusunawa Penjaringan atau yang dikenal dengan Rusunawa Tanah Pasir itu telah dikosongkan sejak akhir Juni. Sebanyak 384 keluarga terpaksa keluar dari unit mereka. Blok-blok rusunawa yang dibangun sejak 1985 ini, menurut rencana, akan dirobohkan untuk dibangun ulang menjadi dua menara baru.

Roliyah dan keluarganya adalah segelintir penghuni yang harus keluar rusunawa, tetapi kemudian tetap bertahan di bekas unit mereka, di Blok F.

Biaya membengkak

Untuk tempat tidur saat malam, keluarga ini mengontrak sebuah kamar kecil. Setiap pagi mereka berangkat dari kontrakan yang berjarak sekitar 500 meter dari rusunawa ini.

"Kalau di kontrakan gak bisa ngapa-ngapain. Cuma kamar ukuran 2 meter x 2 meter. Makanya ke sini biar bisa masak lagi," tambah Roliyah.

Kontrakan Roliyah dihuni bersama delapan anggota keluarganya. Sebagian anak dan cucunya yang lain tersebar di beberapa daerah. Dalam sebulan, keluarga ini harus membayar Rp 250.000 untuk sebuah kamar kontrakan di bawah kolong Tol Sedyatmo itu. Biaya itu 600 persen lebih mahal ketimbang biaya sewa unit rusun yang hanya Rp 41.000 sebulan.

Lutfia (13), salah satu cucu Roliyah, bersiap ke sekolah siang itu. Siswi kelas V SD itu bersekolah di SD Muara Angke. Menurut Roliyah, dalam sehari, satu cucunya yang bersekolah menghabiskan Rp 20.000.

Beberapa warga lainnya beraktivitas seperti biasa di kompleks rusunawa itu. Selain Roliyah dan keluarganya, warga lain bertahan dengan membuat bedeng di dekat pagar kompleks.

Nosrun (60) sedang memperbaiki selang untuk pencucian sepeda motornya di dalam bedeng tempatnya menetap sementara. Ayah lima anak ini juga salah satu eks penghuni rusun yang bertahan di salah satu bedeng tripleks itu. Lemari, kipas angin, dan perabotan berjejalan di dalam ruangan berukuran sekitar 2 meter x 3 meter. Alasannya sederhana, yakni karena biaya kontrakan semakin mahal, sekaligus menunggu kejelasan pembangunan kembali rusunawa tersebut.

"Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan. Terakhir awal bulan lalu. Jawabannya belum pasti, menunggu lelang pembongkaran dulu. Tapi sekarang sudah mau akhir bulan, enggak ada yang datang. Alat berat juga belum masuk," ujarnya.

Nosrun dan Roliyah adalah warga korban kebakaran besar di wilayah Tanah Pasir ini. Setelah kejadian itu, pemerintah lalu membuat kompleks rusun untuk menampung warga. Mereka akhirnya mendapat tempat tinggal meski harus membayar sewa setiap bulan.

"Gak papa bayar karena masih murah dibanding harus ngontrak. Mana kontrakan sekarang harganya naik semua karena warga pada butuh. Makanya banyak warga sini yang pulang kampung karena gak bisa bayar sewa," tambahnya.

Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Penjaringan Evi Riyanne Sianturi menyampaikan, dari informasi yang ia peroleh, lelang pembongkaran tiga blok rusun tersebut gagal. Oleh karena itu, harus dilelang ulang sehingga tidak bisa langsung dikerjakan. (SAIFUL RIJAL YUNUS)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Desember 2016, di halaman 26 dengan judul "Mereka Bertahan di Rusun Mangkrak".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com