JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kematian Wayan Mirna Salihin menjadi salah satu hal yang paling menyita perhatian masyarakat selama tahun 2016. Sosok terdakwa Jessica Kumala Wongso yang diduga meracuni temannya itu seolah tak lepas dari sorotan publik.
Perjalanan kasus ini dimulai ketika empat orang yang berteman sejak kuliah di Billy Blue College, Australia, memiliki rencana untuk bertemu di Indonesia. Mereka adalah Mirna, Jessica, Hani Boon Juwita, dan Vera.
Pertemuan berlangsung pada 6 Januari 2016 lalu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Namun, Vera tidak ikut dalam pertemuan tersebut dan namanya tak banyak disebut dalam kasus ini.
Hari itu, Jessica tiba terlebih dahulu di Olivier sebelum pukul 16.00 untuk menghindari 3 in 1. Dia berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail. Sementara Mirna tiba bersama Hani.
Saat keduanya tiba, Jessica sudah menunggu di meja 54 dengan pesanan minuman yang sudah dihidangkan. Es kopi vietnam sengaja dipesan untuk Mirna.
Tak lama setelah bertegur sapa, Mirna langsung meminum es kopi vietnam dan kejang-kejang. Dia meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Pada 16 Januari 2016, polisi menemukan kandungan zat sianida di dalam tubuh Mirna. Dia diduga meninggal karena keracunan. Oleh karena itu, polisi meningkatkan penyelidikannya menjadi penyidikan.
Peningkatan status tersebut lantaran diduga ada tindak pidana dalam kematian Mirna. Namun, polisi belum menetapkan tersangka.
Jessica jadi tersangka
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Jessica, Hani, dan keluarga Mirna sudah diperiksa sebagai saksi. Jessica juga beberapa kali muncul di televisi dan menjelaskan bahwa dia bukan orang yang meracuni Mirna.
Sementara ayah Mirna, Edi Dermawan Salihin, sempat mengatakan anaknya meninggal dan yang memesan kopi adalah Jessica.
Praperadilan dan bolak-balik pelimpahan berkas perkara
Pada 16 Februari 2016, pihak Jessica mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Praperadilan diajukan lantaran pengacara Jessica merasa penetapan dan penahanan terhadap kliennya tidak sah. Namun, Hakim Tunggal Wayan Netra menolak pengajuan praperadilan oleh Jessica karena dianggap salah alamat.
Dalam kurun waktu yang sama, penyidik Polda Metro Jaya kali pertama melimpahkan berkas perkara Jessica ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta pada 18 Februari 2016. Namun, Kejati mengembalikan berkas perkara tersebut dan meminta penyidik melengkapinya.
Kejati DKI Jakarta tak hanya satu kali mengembalikan berkas perkara kematian Mirna. Catatan Kompas.com, berkas perkara itu lima kali bolak-balik diserahkan penyidik dan dikembalikan Kejati DKI sebelum akhirnya dinyatakan lengkap atau P21 pada 26 Mei 2016, setelah kurun waktu 118 hari Jessica ditahan.
Pelimpahan tahap kedua dari penyidik dilakukan pada 27 Mei 2016 kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat. Penyidik menyerahkan Jessica dan sejumlah alat bukti. Pada hari itu, Jessica resmi menjadi tahanan Kejari Jakarta Pusat dan dititipkan di Rutan Pondok Bambu.
Puluhan saksi dan ahli di sidang Jessica
Sidang perdana digelar pada 15 Juni 2016, dipimpin ketua majelis hakim Kisworo serta dua anggota majelis hakim, Binsar Gultom dan Partahi Tulus Hutapea.
Pada sidang perdana, Jessica didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Tim pengacara Jessica langsung mengajukan eksepsi atau nota keberatan yang ditanggapi jaksa pada persidangan berikutnya, yakni 21 Juni 2016.
Setelah mendengarkan eksepsi pihak Jessica dan tanggapan jaksa, majelis hakim menolak semua eksepsi Jessica dan melanjutkannya ke pokok perkara.
Dalam sidang kematian Mirna tersebut, tercatat puluhan saksi dan ahli yang memberikan keterangan, baik dari kubu Jessica maupun jaksa.
Saksi yang dihadirkan jaksa di antaranya Dermawan, Arief Soemarko (suami Mirna), Sendy Salihin (kembaran Mirna), dan belasan karyawan Olivier. Sementara kubu Jessica menghadirkan tiga orang saksi yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) dan mengalami kejadian serupa dengan Mirna.
Kemudian, baik jaksa maupun pengacara Jessica menghadirkan ahli-ahli dari berbagai bidang, mulai dari dokter forensik, ahli toksikologi, psikolog, psikiater, ahli pidana, hingga ahli digital forensik.
Ahli-ahli yang dihadirkan jaksa menyatakan 0,2 miligram per liter sianida di sampel lambung Mirna yang diambil beberapa hari setelah kematian merupakan bukti dia diracun. Sementara para ahli yang dihadirkan pengacara Jessica menyatakan 0,2 miligram per liter tersebut merupakan sianida yang dihasilkan pasca-kematian.
Sebabnya, pada barang bukti cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah kematian tidak ditemukan sianida.
Pemeriksaan Jessica hingga nota pembelaan
Jessica diperiksa di persidangan pada 28 Oktober 2016. Dia menyatakan tidak menyentuh dan memasukkan apa pun ke dalam gelas es kopi vietnam Mirna.
Setelah pemeriksaan Jessica sebagai terdakwa, jaksa akhirnya menuntut 20 tahun hukuman penjara terhadap Jessica dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.
Dia dinilai meninggalkan kepedihan mendalam bagi keluarga Mirna, perencanaan untuk menghilangkan nyawa korban dinilai dilakukan secara matang dan dengan keteguhan niat.
Jaksa juga menyebut perbuatan Jessica sangat keji karena Mirna adalah temannya sendiri. Kemudian, Jessica dinilai sadis karena meracuni Mirna menggunakan sianida, sehingga Mirna tersiksa terlebih dahulu sebelum dia meninggal.
Atas tuntutan tersebut, Jessica dan pengacaranya membuat pleidoi atau nota pembelaan. Dalam pleidoinya, Jessica menyatakan tidak meracuni dan membunuh Mirna. Dia juga menjelaskan kondisi tahanan di Mapolda Metro Jaya yang kotor dan banyak tikus.
Sementara itu, tim pengacara Jessica menilai motif sakit hati tidak masuk akal. Mereka juga menyebut kematian Mirna bukan karena sianida.
Pleidoi pihak Jessica dilangsungkan selama dua kali persidangan karena banyaknya materi yang disampaikan.
Jaksa menanggapi pleidoi Jessica dan tim pengacaranya dalam replik mereka pada sidang 17 Oktober 2016. Dalam repliknya, jaksa menyindir Jessica yang menangis saat membacakan pleidoinya.
Jaksa juga menyindir tim pengacara Jessica soal pembayaran dalam menangani kasus kliennya serta pembacaan pleidoi yang memakan dua kali persidangan.
Kemudian, jaksa menunjukkan foto-foto ruangan yang mereka sebut sebagai ruang tahanan Jessica. Jaksa menyebut ruang tahanan Jessica cukup mewah.
Jessica dan tim kuasa hukumnya menanggapi replik dengan membacakan duplik mereka pada 20 Oktober 2016. Jessica menuturkan, foto-foto yang ditunjukkan jaksa bukanlah ruang tahanannya, melainkan ruang serba guna yang biasa dipakai oleh semua tahanan untuk kegiatan kerohanian dan konseling.
Sementara ruang tahanannya adalah ruang isolasi yang biasa digunakan untuk tahanan yang melakukan pelanggaran atau ruangan tempat tersangka kasus pembunuhan sebelum dipindahkan ke ruang tahanan biasa.
Kemudian, Jessica menyampaikan ketakutannya tentang adanya intervensi dalam persidangan, melihat kedekatan keluarga Mirna dengan jaksa. Dia meminta majelis hakim memutuskan perkaranya dengan adil.
Pada gilirannya, tim pengacara Jessica membalas sindiran jaksa dengan menyebut jaksa hanya membahas tangisan Jessica, bukan materi yang berkaitan dengan perkara. Tim pengacara kemudian kembali memaparkan penjelasan para ahli yang menunjukkan Jessica tidak terbukti meracuni dan membunuh Mirna. Mereka meminta majelis hakim membebaskan Jessica.
Putusan majelis hakim
Menyita perhatian hingga hakim kontroversial
Banyaknya massa yang menonton sidang Jessica tak hanya terjadi saat putusan. Pada persidangan-persidangan sebelumnya, ruang sidang selalu dipenuhi masyarakat yang datang langsung ke PN Jakarta Pusat karena penasaran menyaksikan sidang secara langsung. Beberapa stasiun TV bahkan menyiarkan langsung sidang tersebut.
Perhatian publik juga dituangkan dengan adanya warga yang membuat kopi merek sianida. Namun, penjualan kopi yang menampilkan wajah Jessica itu dihentikan karena tidak mengantongi izin pihak Jessica.
Hal lain yang menyita perhatian yakni sikap salah satu anggota majelis hakim, Binsar Gultom, yang kontroversial. Binsar dinilai memihak terhadap Mirna. Pengacara Jessica bahkan sempat meminta Binsar diganti dan diadukan ke Komisi Yudisial (KY).
Hal lainnya yang meramaikan perkara kematian Mirna yakni munculnya nama Amir Papalia di akhir-akhir persidangan. Nama Amir pertama kali disebutkan Jessica dalam dupliknya.
Menurut Jessica, Amir melihat Arief memberikan kantong plastik hitam kepada barista Olivier, Rangga Dwi Saputra, satu hari sebelum kematian Mirna.
Namun, persoalan tersebut tidak jelas akhirnya dan tidak memengaruhi putusan sidang.
Banding
Memori banding tersebut diajukan karena merasa tak puas dengan putusan hakim yang memutuskan Jessica dijatuhi hukuman pidana 20 tahun penjara.
Selanjutnya, memori banding tersebut akan diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dipelajari. JPU akan membuat kontra memori bandingnya dan setelahnya berkas akan dikirim ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk segera disidangkan.
Salah satu poin dalam memori banding setebal 148 halaman tersebut terkait jenazah Mirna yang tidak diotopsi. Meski tidak diotopsi, hakim berkeyakinan bahwa Mirna tewas karena meminum kopi yang mengandung sianida.
Selain itu, dalam memori banding tersebut pengacara menyoroti masalah Close Circuit Television (CCTV) yang dipertimbangkan hakim untuk memvonis Jessica 20 tahun penjara. Menurut pengacara, CCTV yang dihadirkan dalam persidangan bukanlah yang asli.
Tak hanya itu, pengacara juga menilai tidak ada saksi mata yang melihat Jessica menaruh racun sianida ke dalam cangkir kopi yang diminum Mirna sebelum dia meninggal dunia.
Kemudian, dalam tahap penuntutan, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan motif Jessica membunuh Mirna karena dia sakit hati dinasehati Mirna. Namun, saat hakim membacakan pertimbangannya, mereka malah menyebut Jessica membunuh Mirna lantaran cemburu melihat hubungan Mirna dengan suaminya, Arief Soemarko.