JAKARTA, KOMPAS — Perempuan di Ibu Kota masih rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan di bawah umur, dan pelecehan seksual. Tak adanya pendidikan bagi pemberdayaan perempuan membuat perempuan tetap rawan terhadap kekerasan. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin DKI Jakarta pada masa depan.
Permasalahan yang masih dihadapi perempuan itu menjadi dasar penyelenggaraan "Festival Budaya Perempuan: 1001 Cerita Perempuan Ciliwung untuk Kesetaraan Perdamaian dan Penghapusan Kemiskinan" yang diadakan Institut KAPAL Perempuan di Gelanggang Olahraga Remaja Jakarta Timur, Jalan Otista, Jakarta Timur, Kamis (8/12).
Hadir pada acara itu calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan serta perwakilan dari tim kampanye calon gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono dan Basuki Tjahaja Purnama.
Festival itu menampilkan sejumlah tulisan kaum perempuan dari keluarga miskin terkait permasalahan kehidupan mereka sehari-hari yang rentan terhadap kekerasan dan kesulitan ekonomi. Marjinem (47), salah satunya, yang mengungkapkan kesulitan ekonomi akibat suaminya yang tak bekerja dan selingkuh.
"Saya nyaris bunuh diri karena hasil saya berdagang sayuran hanya untuk membayar utang suami. Sampai anak saya putus sekolah karena saya kehabisan uang," ucapnya.
Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah mengatakan, kekerasan terhadap perempuan masih sangat rawan terjadi di tengah Jakarta yang metropolis.
Hal itu terungkap dari catatan yang dituliskan 824 perempuan dari keluarga miskin di Jakarta. Mereka tergabung dalam Sekolah Perempuan yang didampingi Institut KAPAL Perempuan. Secara kualitatif, dari catatan itu tergambarkan bahwa perempuan masih menjadi obyek kekerasan.
Kendati tulisan-tulisan itu berisi gambaran di lingkup keluarga miskin, lanjut Misiyah, kondisi serupa juga banyak dihadapi perempuan di kelas menengah. Hanya bedanya, perempuan kelas menengah memiliki pengetahuan dan akses untuk menggugat kekerasan yang dialami.
"Di kelas menengah, kekerasan terhadap perempuan masih terjadi karena masih kuatnya budaya patriarki dan tak adanya pendidikan pemberdayaan perempuan," ucapnya.
Penyuluhan terkait kesehatan reproduksi saja, kata Misiyah, belum ada di Jakarta. Hal itu menjadi salah satu penyebab pernikahan usia dini masih terjadi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.