JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Agus Rohmat, membantah pernyataan yang menyebut penetapan tersangka Buni Yani tidak melalui proses gelar perkara.
Menurut Agus, penyidik Polda Metro Jaya telah menempuh semua prosedur sebelum menetapkan Buni menjadi tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Prinsipnya, penyidik sudah melakukan prosedur yang berlaku. Pada waktu pemeriksaan saksi selesai tanggal 23 November 2016 sudah dilakukan gelar perkara. Karena bukti permulaan telah cukup maka statusnya ditingkatkan sebagai tersangka. Hal itu sudah memenuhi hukum acara dan Peraturan Kapolri yang berlaku," kata Agus, usai sidang perdana praperadilan Buni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2016).
(Baca: Polisi Dianggap Salahi Aturan karena Tetapkan Buni Yani Jadi Tersangka Tanpa Gelar Perkara)
Kuasa hukum Buni, Aldwin Rahadian, melalui pokok permohonan praperadilan menyebutkan, proses penetapan tersangka menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Poin yang disorot dari peraturan tersebut adalah tidak adanya gelar perkara sebelum Buni ditetapkan menjadi tersangka.
Agus menghormati pernyataan pihak Buni yang keberatan terhadap kinerja penyidik dalam kasus ini.
Adapun jawaban lengkap terkait pokok permohonan praperadilan akan dijawab secara utuh pada sidang lanjutan yang akan digelar Rabu (14/12/2016) pagi di tempat yang sama.
Hakim Ketua Sutiyono menjadwalkan sidang permohonan praperadilan Buni dilanjutkan Rabu dengan agenda jawaban pihak termohon.
Kemudian hari Kamis (15/12/2016), sidang dilanjutkan dengan agenda menghadirkan alat bukti dan saksi dari pihak pemohon (Buni), lalu hari Jumat (16/12/2016) menghadirkan saksi dari termohon (Polda Metro Jaya), kesimpulan pada hari Senin (19/12/2016), dan putusan pada Rabu (21/12/2016).
Penetapan status tersangka Buni berawal dari laporan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu.
Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.