Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/12/2016, 14:57 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Agus Rohmat, membantah pernyataan yang menyebut penetapan tersangka Buni Yani tidak melalui proses gelar perkara.

Menurut Agus, penyidik Polda Metro Jaya telah menempuh semua prosedur sebelum menetapkan Buni menjadi tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Prinsipnya, penyidik sudah melakukan prosedur yang berlaku. Pada waktu pemeriksaan saksi selesai tanggal 23 November 2016 sudah dilakukan gelar perkara. Karena bukti permulaan telah cukup maka statusnya ditingkatkan sebagai tersangka. Hal itu sudah memenuhi hukum acara dan Peraturan Kapolri yang berlaku," kata Agus, usai sidang perdana praperadilan Buni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2016).

(Baca: Polisi Dianggap Salahi Aturan karena Tetapkan Buni Yani Jadi Tersangka Tanpa Gelar Perkara)

Kuasa hukum Buni, Aldwin Rahadian, melalui pokok permohonan praperadilan menyebutkan, proses penetapan tersangka menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Poin yang disorot dari peraturan tersebut adalah tidak adanya gelar perkara sebelum Buni ditetapkan menjadi tersangka.

Agus menghormati pernyataan pihak Buni yang keberatan terhadap kinerja penyidik dalam kasus ini.

Adapun jawaban lengkap terkait pokok permohonan praperadilan akan dijawab secara utuh pada sidang lanjutan yang akan digelar Rabu (14/12/2016) pagi di tempat yang sama.

Hakim Ketua Sutiyono menjadwalkan sidang permohonan praperadilan Buni dilanjutkan Rabu dengan agenda jawaban pihak termohon.

Kemudian hari Kamis (15/12/2016), sidang dilanjutkan dengan agenda menghadirkan alat bukti dan saksi dari pihak pemohon (Buni), lalu hari Jumat (16/12/2016) menghadirkan saksi dari termohon (Polda Metro Jaya), kesimpulan pada hari Senin (19/12/2016), dan putusan pada Rabu (21/12/2016).

Penetapan status tersangka Buni berawal dari laporan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu.

Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.

Kompas TV Kapolri: Berkas Kasus Buni Yani Segera Dilimpahkan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tetangga Sempat Cium Bau Bensin Sebelum Kebakaran Rumah di Pulogadung

Tetangga Sempat Cium Bau Bensin Sebelum Kebakaran Rumah di Pulogadung

Megapolitan
Momen Mencekam Saat Pasar Lama Tangerang Terbakar Hebat, Si Jago Merah Muncul Saat Sedang Ramai Pengunjung

Momen Mencekam Saat Pasar Lama Tangerang Terbakar Hebat, Si Jago Merah Muncul Saat Sedang Ramai Pengunjung

Megapolitan
Usai Kaesang Jadi Kader, DPD PSI Depok Sebut Ada Kejutan Lebih Besar Lagi

Usai Kaesang Jadi Kader, DPD PSI Depok Sebut Ada Kejutan Lebih Besar Lagi

Megapolitan
Siasat Muncikari Jerat Anak di Bawah Umur ke dalam Prostitusi 'Online', Berawal dari Masuk ke Jaringan Pergaulan

Siasat Muncikari Jerat Anak di Bawah Umur ke dalam Prostitusi "Online", Berawal dari Masuk ke Jaringan Pergaulan

Megapolitan
Kaesang Merapat, DPD PSI Berharap Wacana 'Nyalon' Wali Kota Depok Jadi Kenyataan

Kaesang Merapat, DPD PSI Berharap Wacana "Nyalon" Wali Kota Depok Jadi Kenyataan

Megapolitan
Hendak Tawuran, Tiga Remaja Bersenjata Tajam Diciduk Polisi di Pasar Minggu

Hendak Tawuran, Tiga Remaja Bersenjata Tajam Diciduk Polisi di Pasar Minggu

Megapolitan
Kebakaran di Kawasan Kuliner Pasar Lama Tangerang Bukan di Area yang Ramai PKL

Kebakaran di Kawasan Kuliner Pasar Lama Tangerang Bukan di Area yang Ramai PKL

Megapolitan
Kasat Lantas Polres Jakarta Timur Meninggal Dunia karena Serangan Jantung

Kasat Lantas Polres Jakarta Timur Meninggal Dunia karena Serangan Jantung

Megapolitan
Pasar Lama Tangerang Sedang Ramai Saat Kebakaran, Pengunjung Berhamburan Jauhi Api

Pasar Lama Tangerang Sedang Ramai Saat Kebakaran, Pengunjung Berhamburan Jauhi Api

Megapolitan
Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan 'Debt Collector' Saat Suami di Luar Kota

Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan "Debt Collector" Saat Suami di Luar Kota

Megapolitan
Kasus Prostitusi Anak Online di Jakpus, Muncikari Panggil Korban yang Dipilih Pelanggan

Kasus Prostitusi Anak Online di Jakpus, Muncikari Panggil Korban yang Dipilih Pelanggan

Megapolitan
'Debt Collector' di Jaksel Lakukan Aksi Tak Senonoh Saat Tagih Utang ke Nasabah Perempuan

"Debt Collector" di Jaksel Lakukan Aksi Tak Senonoh Saat Tagih Utang ke Nasabah Perempuan

Megapolitan
Rayu Hendak Bantu Lunaskan Utang, 'Debt Collector' Lecehkan Perempuan di Pesanggrahan

Rayu Hendak Bantu Lunaskan Utang, "Debt Collector" Lecehkan Perempuan di Pesanggrahan

Megapolitan
Polisi Cari Kemungkinan Pelaku Lain pada Kasus Prostitusi Anak di Medsos

Polisi Cari Kemungkinan Pelaku Lain pada Kasus Prostitusi Anak di Medsos

Megapolitan
Bukti Prostitusi di Gang Royal Tak Bisa Diselesaikan Hanya dengan Hancurkan Bangunannya

Bukti Prostitusi di Gang Royal Tak Bisa Diselesaikan Hanya dengan Hancurkan Bangunannya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com