Perlu saya tegaskan—agar tidak disalahpahami—kata "Amok" ini dijadikan judul sama sekali bukan untuk menggambarkan “Aksi Bela Islam”, khususnya pada 2 Desember, yang sangat damai, tetapi sekali lagi untuk menggambarkan dilema penegakan hukum yang tidak jarang muncul antara independensi peradilan dengan urgensi intervensi—antara Ahok yang sidangnya harus independen, dengan urgensi intervensi tentu tanpa menghadirkan Amok.
Adalah suatu prinsip hukum dasar bahwa setiap proses peradilan harus independen. Tanpa independensi, penegakan hukum tidak akan pernah hidup.
Independensi peradilan (independence of judiciary) adalah prinsip hukum dasar yang diterima secara universal sebagai syarat utama proses hukum berujung putusan yang adil.
Di tanah air, prinsip itu ditegaskan dalam Pasal 24 UUD 1945 yang mengatur, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Pilihan kata “merdeka” menunjukkan bagaimana pentingnya makna independensi peradilan itu.
Itulah sekali-sekalinya, satu-satunya, kata “merdeka” muncul dalam konstitusi kita, untuk menegaskan arti pentingnya pengaturan prinsip independensi kekuasaan kehakiman.
Saking pentingnya prinsip independensi itu, maka setiap proses hukum harus dipastikan steril dari berbagai bentuk intervensi.
Yang saya maksud proses hukum adalah seluruh proses penegakan hukum dari hulu hingga ke hilir, sehingga dalam konteks kasus pidana, tidak hanya proses di persidangan, tetapi juga penyelidikan dan penyidikan.
Karena itu, saya berpandangan proses di kepolisian dan kejaksaan, atau KPK dalam kasus korupsi, adalah juga bagian dari proses penegakan hukum yang harus dijaga kemerdekaannya dari berbagai bentuk intervensi.
Dalam kasus Ahok, meskipun sudah lewat, tetap muncul pertanyaan kritis, apakah penetapannya menjadi tersangka oleh kepolisian adalah proses penegakan hukum yang independen tanpa intervensi?
Persoalannya, apakah prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman tanpa intervensi itu adalah harga mati? Apakah tidak ada ruang sama sekali untuk melakukan campur tangan bagi proses penegakan hukum?
Pada teorinya, setiap prinsip hukum selalu mempunyai pengecualian. Pengecualian bagi suatu prinsip hukum bukanlah pelemahan.
Justru adanya pengecualiaan akan menguatkan keberadaan prinsip hukum. Suatu prinsip hukum tidak akan ada tanpa adanya pengecualian atas prinsip hukum itu sendiri.
Persoalannya adalah bagaimana memastikan agar pengecualian itu menguatkan prinsip hukum dan bukan justru melemahkannya.
Prinsipnya, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tidak boleh diintervensi oleh siapa pun, dalam bentuk apa pun, pada waktu kapan pun.
Namun, terhadap prinsip itu selalu ada pengecualian. Saya berpandangan tingginya derajat independensi peradilan harus disesuaikan dengan prinsip akuntabilitas.
Makin bersih suatu proses peradilan, maka derajat independensinya harus ditinggikan dan sebaliknya.
Atau, makin dapat dipercaya suatu proses peradilan maka, intervensi harus makin diharamkan, dan sebaliknya.
Dalam konteks itulah, ketika terjadi konflik Cicak versus Buaya terkait penanganan kasus korupsi oleh KPK atas oknum petinggi polisi, saya termasuk memberikan masukan agar Presiden ikut membantu melindungi kelembagaan KPK dari serangan balik para koruptor.
Bagi saya, bentuk campur tangan Presiden yang demikian justru wajib dihalalkan dan tidak dapat dianggap sebagai intervensi atas proses hukum yang harus diharamkan.
Hubungan antara independensi dan akuntabilitas adalah ibarat dua sisi dari satu keping uang logam, tidak terpisahkan.
Pada setiap independensi peradilan karenanya melekat sistem pengawasan untuk menjaga agar akuntabilitas proses yang dihasilkan dapat terjaga kualitas keadilannya.
Prinsip independensi tidak boleh menjadi tameng dan benteng perlindungan bagi perilaku peradilan yang koruptif.
Karena itu, konstitusi Amerika Serikat, misalnya, menegaskan independensi hakim agungnya dengan jabatan seumur hidup.
Namun, kadar independensi demikian tetap dapat didobrak dengan pemberhentian, jika sang hakim agung melanggar batas demarkasi good behavior.