JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu warga terdampak penertiban Bukit Duri, Yudi (46), mengaku sudah tidak percaya lagi dengan janji pejabat, tokoh politik, maupun jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Hal itu dikarenakan pengalaman selama empat bulan lalu hingga penertiban dilaksanakan, di mana banyak yang sudah berjanji kepada warga tetapi malah mengingkarinya.
"Dari zaman Pak Jokowi, Pak Ahok, sampai polisi juga enggak ada yang benar janjinya. Kami ini bukan warga liar loh, kami orang lama. Kami juga enggak anarkistis," kata Yudi kepada Kompas.com, Jumat (6/1/2017).
Yudi menceritakan, salah satu janji aparat kepada warga yang diingkari adalah saat penertiban. Beberapa hari sebelum penertiban, warga meminta kepada salah satu pejabat Polda Metro Jaya agar tidak mengikutsertakan Satpol PP, melainkan polisi saja.
Hal itu diminta karena menurut warga, Satpol PP terkenal bertindak kasar. Sehingga mereka lebih nyaman jika penertiban itu dikawal sepenuhnya oleh pihak kepolisian.
"Sudah diiyakan. Pas penertiban itu, paginya, yang masuk malah (personel) Satpol PP semua," tutur Yudi.
Dia juga membandingkan bagaimana kerabatnya yang memilih tinggal di Rusun Rawa Bebek, tempat Pemprov DKI merelokasi warga terdampak penertiban Bukit Duri, dengan dirinya. Yudi bersama 18 kepala keluarga (KK) di RW 12 mengontrak sebuah rumah di dekat lokasi penertiban, empat bulan lalu sampai sekarang.
"Di sana, minimal sebulan harus keluar duit Rp 700.000. Itu paling ngirit. Buat bayar sewa (rusun), bayar air, bayar listrik pakai token. Belum kalau kerja jauh. Enggak percaya kami sama iming-iming gratis berapa bulan di sana, enggak ada yang gratis," ujar Yudi. (Baca: Warga Bukit Duri Menang di PTUN, Pemprov DKI Harus Ganti Rugi)
Bersama dengan warga yang bertahan tinggal di Bukit Duri, Yudi berpartisipasi dalam sebuah koperasi yang dikelola langsung oleh mereka. Melalui koperasi itu, masing-masing saling membantu untuk memenuhi kehidupan dan modal dagang sehari-hari.
Terlepas dari banyaknya janji kepada warga, Yudi dan warga lain melihat apa yang dikerjakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang baik, yakni untuk melancarkan aliran Sungai Ciliwung.
Tetapi, mereka juga menyayangkan tidak ada pengertian dari pemerintah karena warga di sana punya surat berupa akta jual-beli, sertifikat tanah, PBB, dan sebagainya. (Baca: Empat Bulan Pasca-penggusuran, Begini Kondisi Bukit Duri)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.