Dari PKS, lebih banyak lagi. Ada Salim Assegaf Al-Jufri, Hidayat Nur Wahid, Sohibul Iman, Mustafa Kamal, Triwisaksana, Syakir Purnomo, hingga Ledia Hanifah.
Sementara mereka yang tidak tergabung dalam partai seperti Boy Sadikin, Anthony Leong, Pandji Pragiwaksono, M Idrus, Hekmalia Putri, Hengki Kurniawan, hingga Reza Artha, mengisi kelompok relawan.
Tim khusus Anies-Sandi tak main-main mengisi bangku pemainnya. Di posisi tim khusus dan dewan pakar, sejumlah tokoh memberi masukan dan membantu menyiapkan materi debat.
Tujuh belas dewan pakar Anies-Sandi adalah mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja; ahli hukum persaingan usaha Rikrik Rizkiyana; entrepreneur dan start up coach Faransyah Agung Jaya; ahli perencanaan wilayah dan kota Adhamaski Pangeran; mantan wartawan Eman Sulaeman dan Linda Djalil; ahli transportasi Achmad Izzul Waro dan Ali Sunandar; serta sosiolog dari Universitas Indonesia, Sukma Widyanti.
Selain itu ada profesional di bidang strategi pemasaran, telekomunikasi, teknologi informasi, dan dunia digital Arie Mufti; wirausaha dan konsultan manajemen Anang Kelanajaya; Irwan Pulungan yang ahli di bidang sustainability dan lingkungan; aktivis lingkungan Reiza Patters; praktisi media dan komunikasi yang merupakan mantan timses Jokowi-Ahok, Budi Purnomo; Ida Sutoyo yang berpengalaman di bidang public relation dan jurnalistik; serta pegiat marketing politik Iwan Setyawan.
Anies-Sandi juga menggunakan jasa lembaga penelitian. Sebut saja PolMark Indonesia yang dipimpin Eep S Fatah.
Pada Oktober 2016, lembaga riset ini menunjukkan Ahok-Djarot memiliki elektabilitas 31,9 persen, Anies-Sandi 23,2 persen, dan Agus-Sylvi 16,7 persen. Selain PolMark, ada pula survei lain yang enggan dirilis oleh Anies-Sandi seperti Stin, Indonesia Lima, dan survei internal.
Soal dana, Anies-Sandi rutin melaporkan pemasukan dan pengeluarannya. Data terakhir menunjukkan 100 persen pemasukan dana kampanye pada Desember 2016 berasal dari.
Ada pun pemasukan dana kampanye per 30 November 2016 sebelumnya sebesar Rp 19,01 miliar. Ada pun pemasukan dana kampanye Anies-Sandi dari Oktober sampai Desember 2016 mencapai Rp 47,6 miliar.
Pemasukan itu bersumber dari pasangan calon mencapai 97 persen, yakni Sandiaga Rp 44,8 miliar dan dan Anies Rp 400 juta.
Sementara sumbangan dari Partai Gerindra Rp 750 juta dan Partai Keadilan Sejahtera Rp 350 juta. Ada pun sumbangan dari badan hukum sebesar Rp 358 juta.
Hingga akhir November itu, pertemuan tatap muka atau sosialisasi dengan warga menjadi pengeluaran terbesar, yaitu 39 persen atau sekitar Rp 7,11 miliar.
Mereka mengefisiensi kebutuhan kampanye dengan tidak pernah menyewa panggung dengan peralatan audio. Modalnya, sering kali hanya bangku plastik dan megaphone.
Setelah pertemuan tatap muka dengan warga, pengeluaran terbesar kedua habis pada penyebaran bahan kampanye kepada umum sebesar Rp 6,65 miliar. Bahan kampanye yang dimaksud berupa banner, spanduk, kaos, dan poster.
Anies-Sandi tidak mengalokasikan dana kampanye sama sekali untuk iklan di media massa, rapat umum, maupun pembelian kendaraan dan pembelian aset.
Untuk pembelian peralatan yang tidak dirincinya, pasangan Anies-Sandiaga menghabiskan Rp 16,5 juta.
Gaji untuk konsultan dan survei internal sendiri masuk ke dalam pos kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan, dan lain-lain, yang jika dijumlahkan sebesar Rp 3,21 miliar.