Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raih Omzet Jutaan, Among Merangkai Hidup dari Jalinan Janur

Kompas.com - 18/01/2017, 15:47 WIB
Luthfi Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com — Jari-jari Among bergerak lincah. Dalam usia yang menginjak 54 tahun, matanya pun masih awas, memilin daun-daun kelapa menjadi bermacam variasi janur. Seandainya janur-janur itu punya mata, mereka mungkin tidak percaya sedang dirangkai oleh lelaki berumur setengah abad ini.

"Saya sudah bisa menganyam dari dulu, sejak masih sekolah. Diajarin sama keponakan," kata Among, pedagang janur di Pasar Pisang, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Senin (16/1/2017).

Meski demikian, Among mengaku tidak lantas menjadikan seni menganyam janur ini sebagai mata pencahariannya. Awalnya, dia bekerja sebagai sopir pribadi di bilangan Jalan Sudirman.

"Kalau tidak salah, saya kerja itu mulai 1995. Pokoknya waktu Nike Ardilla meninggal,” kisah Among.

Among melanglang sebagai sopir pribadi selama 12 tahun di Jakarta. Sampai akhirnya, pekerjaan itu ditinggalkan lantaran usianya kian menua, dan majikannya meninggal.

Among lalu memilih untuk tidak melanjutkan bekerja dengan anak-anak majikannya. Ia tidak menemukan kecocokan sebagaimana dengan majikan terdahulunya.

LUTHFI KURNIAWAN/KOMPAS.COM Among, pedagang janur di Pasar Palmerah, Jakarta Barat.
Omzet puluhan juta

Selepas pekerjaannya sebagai sopir kandas, Among pulang ke Serang, tanah kelahirannya. Itu pun tak lama. Pada 2008, bersama adiknya, Among kembali ke Jakarta dengan sebuah ide usaha.

Awalnya, Among melihat begitu banyak daun kelapa di kampung halamannya. Melihat begitu melimpahnya daun-daun itu, dia teringat kembali kemampuannya menganyam yang telah tertimbun puluhan tahun.

Langkah itu akhirnya melaju. Among mencoba berjualan janur di daerah Kebayoran Lama. Namun, karena merasa kurang cocok, pada tahun yang sama, dia memilih pindah ke kawasan Palmerah.

Tempatnya sederhana, hanya berupa tenda plastik yang disangga empat kayu kecil dan selembar terpal bekas spanduk. Namun, siapa sangka, di tempat seperti itulah penjualan janurnya mulai meningkat.

Among mulai mendapatkan pelanggan tetap. Bahkan, selain menjual janur, dia juga menambah variasi dagangannya berupa umbul-umbul, tusuk sate, atau sapu lidi.

"Kebanyakan orang pesan hari Rabu, lalu datang ke sini Kamis untuk dipakai Minggu. Tanggal muda biasanya ramai. Kalau rame bisa habis sampai 100 bilah janur. Gede duitnya, bisa sampai Rp 10 juta!" kata Among sembari tertawa.

Itu baru pada hari biasa, apalagi menjelang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Keuntungan menjual janur bisa dua kali lipat ketimbang biasanya.

Ya, kini Among bisa tertawa lebar. Lewat usaha janurnya itu, dia mengaku telah berhasil membayar lunas pembelian mobil pick-up sebagai kendaraan pengangkut bahan janur. Uang sewa mobil yang sebelumnya membebani biaya operasional akhirnya bisa teratasi hanya dalam waktu setahun. 

"Pindah ke sini (Palmerah) sebulan langsung ambil mobil. (Tahun) 2009 (mobil itu) lunas," kata Among semringah.

Kecemasan masa tua

Melakoni pekerjaan menjadi penganyam dan pedagang janur tak semulus melaju di jalan tol. Di antara banyak rintangan dan kendala, Among mengaku kadang masih suka merindukan pekerjaan lamanya sebagai sopir. Dia punya alasan tersendiri untuk itu.

"Enaknya sih jadi orang kerja. Kesehatannya dijamin, kebutuhan saya juga dijamin," tuturnya.

Belum lagi masalah razia yang tak henti, hal itu menjadi momok menakutkan bagi kelangsungan usahanya. Among mengaku mau saja dipindah ke kios dengan bangunan kokoh. Namun, mahalnya harga sewa kios menjadi persoalan baru.

Selain itu, sebagai alasan utama, berjualan janur yang paling mudah dibeli pelanggan adalah dengan memiliki lokasi di pinggir jalan. Untungnya lebih besar, meskipun harus menyerempet-nyerempet bahaya.

"Susah nyari tempat. Sekarang ini, dagang di sana enggak boleh, di sini juga enggak boleh,” kata Among.

Karena dianggap membuat macet, para petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) kerap merazia lapak pedagang kaki lima di sekitar Pasar Palmerah, Jakarta Barat. Petugas membawa dagangan hingga gerobak pedagang yang berjualan di trotoar yang dianggap menimbulkan kemacetan. 

"Kalau bukan di pinggir jalan, susah lakunya. Di pasar misalnya. Ya, enggak bisa, harus tetap di pinggir jalan ini, mah," tutur Among.

Entah, sampai kapan urusan kendala berjualan itu menghantui Among. Di sisi lain, dia masih menyimpan satu impian, yakni menghabiskan masa tua di ke tanah kelahirannya, Serang. Di sana, Among memiliki sebidang tanah peninggalan orangtuanya.

"Orangtua saya berpesan, tanah itu tidak boleh dijual meski keadaan sesulit apa pun, semiskin apa pun. Harus dijaga dari generasi ke generasi,” ujarnya dengan raut muka sungguh-sungguh.

Among membayangkan bisa hidup lebih santai di Serang. Hidup tanpa ancaman digusur, tetapi lebih tenang dan nyaman menghabiskan masa tua sebagai peternak kecil-kecilan.

LUTHFI KURNIAWAN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com