JAKARTA, KOMPAS.com — Asisten Sekretaris Daerah bidang Pemerintahan, Bambang Sugiono, mengatakan bahwa rencana merevisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI sudah muncul sejak 2014.
Bambang membantah jika rencana revisi UU tersebut baru muncul pada masa pemerintahan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Sumarsono.
"Jadi sejak 2014 dari Kemendagri dengan lembaga lain, dan dari tim kami, (UU ini) memang perlu direvisi karena tidak jelas, kabur UU-nya," ujar Bambang di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (20/1/2017).
(Baca: Apa yang Akan Diubah dalam Revisi UU Kekhususan DKI?)
Meski demikian, Sumarsono tetap memberikan masukan terkait revisi UU itu. Sumarsono banyak memberi masukan dalam rapat kerja di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Bambang mengakui, revisi UU ini tidak kunjung selesai setelah beberapa tahun direncanakan.
"Namun, untuk tahun ini sudah dianggarkan," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, revisi ini akan mengatur soal pembagian kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov DKI.
"Ada 11 urusan, di antaranya kelembagaan, lingkungan, tata ruang, budaya, dan ada beberapa lagi," ujar Bambang.
(Baca: Sumarsono Ingin Revisi UU Kekhususan DKI Jakarta, Ini Kata Ahok)
Bambang mencontohkan masalah kewenangan pengelolaan terminal. Seharusnya, terminal tipe A, seperti Terminal Pulogebang, dikelola pemerintah pusat. Namun, akhirnya kewenangan itu diberikan kepada Pemprov DKI.
"Kemudian, banyak kewenangan soal sampah. Bantar Gebang itu daerah orang, kenapa enggak DKI yang punya kewenangan untuk itu?" ujar Bambang.
Sebelumnya, Sumarsono membahas rencana revisi UU Kekhususan DKI dalam pertemuan dengan Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X. Dari pertemuan itu, terdapat poin yang bisa dirangkum guna pengajuan revisi UU tersebut, yakni kebudayaan, tata ruang, serta pertanahan.
Sumarsono menyebut kedatangannya juga untuk melihat bagaimana Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur kekhususan daerahnya.
"Untuk itu (ketiga poin), Jakarta tidak cukup clear sehingga ada overlapping kewenangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ini-lah kami belajar dari Yogyakarta," ujar Sumarsono.