"Dulu berkelok-kelok, lalu ada pulau-pulau kecil di tengah Krukut ini. Karena kelokan dipotong, pulau-pulau ikut hilang. Kantor Urusan Agama Tanah Abang itu dulu pulau di tengah Krukut tempat saya mandiin kuda tetangga," ujarnya.
Normalisasi Kali Krukut pada era Bang Ali merupakan bagian dari upaya pemerintah saat itu mengantisipasi banjir Jakarta. Setidaknya, 8.000 orang digusur dari bantaran Kali Krukut dari Bendungan Hilir hingga Kanal Barat dan saluran Cideng (Kompas, 21 Februari 1971).
"Helikopter" alias jamban terbuka yang pada masa itu banyak bertengger di Kali Krukut juga dibersihkan. Sejumlah usaha kerajinan batik dan kulit yang banyak berdiri di bantaran di sekitar Bendungan Hilir dan Karet direlokasi. Relokasi ini juga untuk mengurangi masuknya limbah industri ke Kali Krukut.
Namun, memasuki Kebon Melati dan Kampung Bali di Tanah Abang, Kali Krukut kembali menyempit. Sampah padat masih terlihat dan beraroma busuk.
Terpotong dan bercabang
Di Pintu Air Karet, Tanah Abang, Kali Krukut bermuara di Kanal Barat. Sungai ini menghilang dan menyatu dengan Sungai Ciliwung. Namun, sekitar 300 meter dari pertemuan arus itu, tepatnya setelah Pintu Air Kanal Barat, muncul lagi kali kecil yang lebih mirip got selebar 3 meter. Kali kecil ini disebut Krukut Bawah oleh warga setempat. Ini merupakan bagian dari Kali Krukut Lama.
Rahayu (57), warga Kebon Melati, bercerita, nama Kali Krukut Bawah itu sudah muncul jauh sebelum ia datang ke Jakarta pada 1970. Terakhir, sekitar 1995, aliran air di Kali Krukut lebih bersih dari saat ini.
"Di sini dulu sering sekali banjir, yang paling besar tahun 2007 lalu 2009. Waktu itu banjir sampai merendam rel kereta api. Sekarang sudah ada pintu air di ujung sana. Jadi, kalau airnya tinggi di sana, pintu ditutup sehingga warga di sini tidak kebanjiran," ujarnya.
Hingga kawasan perkulakan Tanah Abang, aliran Kali Krukut Bawah kecil dan dangkal. Di kanan-kirinya dipenuhi bangunan rumah. Ada bangunan yang dibangun di atas aliran kali.
Di Pasar Tanah Abang, Kali Krukut bercabang dua, yang melalui Kampung Bali dan yang berada di sisi Jalan Fachrudin yang ukurannya jauh lebih kecil. Aliran ini bertemu lagi di Kebon Sirih dan kembali terpecah, ke arah Barat yang dikenal dengan Kali Cideng dan ke arah timur yang disebut Krukut.
Kali Krukut berada sejajar dengan Jalan Abdul Muis, melalui Petojo, Ketapang, hingga kembali bertemu dengan Cideng di Kelurahan Krukut.
Sejak di Ketapang, kondisi Kali Krukut membaik dengan lebar 15-20 meter. Kali Krukut yang melalui Kelurahan Krukut menyatu dengan Kali Cideng, tepatnya di Jalan Sereal. Warga setempat mengenalnya dengan Kali Cagak Krukut karena ada percabangan dua sungai yang menjadi satu. Sejak kawasan Kebon Sirih, tepi Kali Krukut dipasangi sheet pile.
Lurah Krukut Joko Muliono mengatakan, setelah sungai dinormalisasi, kawasan itu tidak lagi tergenang banjir. Beberapa bagian sheet pile juga menjadi tanggul bagi permukiman yang lebih rendah dari kali.
Aliran Kali Krukut lalu tiba di Kelurahan Tambora, Jakarta Barat, dan kembali terpecah menjadi dua aliran, Kali Krukut yang ke arah barat, yang alirannya kemudian menyatu dengan aliran Kali Angke, dan aliran yang lebih besar membelah kawasan Kota Tua dan dikenal dengan nama Kali Besar.
Aliran Kali Besar bertemu aliran Sungai Ciliwung di Pompa Pasar Ikan, mengalir melalui saluran Pakin (saluran buatan), bertemu kembali dengan Kali Krukut di Jalan Gedong Panjang dan bermuara di Waduk Pluit.