Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Bobby Pr

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) ini menekuni penulisan buku biografi. Sejak di bangku kuliah ia sudah menulis buku dan membuat majalah. Beberapa karyanya yang sudah dibukukan antara lain Ny. Lie Tjian Tjoen: Mendahului Sang Waktu (2014); Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM: Pemimpin Sederhana (2014); Pater Wijbrans OFM: Memberi Teladan Tanpa Kata, (2010); Mgr. Hermelink: Setelah 27 Tahun Dimakamkan Jenazahnya Masih ‘Utuh’ (2010); Jurnalistik: Bakat? Buang ke Laut (2009).

Bengbeng, Tukang Cukur yang Menolak Budaya Korupsi

Kompas.com - 24/01/2017, 13:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ternyata budaya korupsi bukan hanya berhubungan dengan instansi pemerintah saja. Sektor swasta pun sudah mengikuti ‘tradisi’ ini. Di tengah situasi itu, masih ada orang-orang kecil yang menolak untuk melanggengkan tindakan tidak pantas ini. Berikut kisah mereka dalam menentang budaya korupsi:

Bengbeng bukan nama makanan ringan yang terbuat coklat. Melainkan nama tukang cukur rambut asal Majalengka, Jawa Barat. Nama aslinya Bambang (24).

Sebelum menjadi tukang cukur, Bengbeng bekerja di pabrik goni. Penghasilannya  yang minim mendorong Bengbeng untuk mencari pekerjaan lain. “Saya ngelamar di pabrik lain. Cari yang lebih baik,” ujar alumnus SMK Otomotif di Kuningan, Jawa Barat.

Sayangnya untuk bekerja di pabrik lain Bengbeng harus mengeluarkan uang ‘pelicin’.  Bengbeng diminta sejumlah uang agar dapat diterima. Oleh karena merasa aneh, dia menolak permintaan itu. “Saya kan kerja mau cari uang, kok malah mengeluarkan uang?” tanyanya keheranan.

Jadi SPG

Nasib serupa menimpa Henny (18). Gadis asal Pekalongan, Jawa Tengah ini baru lulus tahun lalu dari SMK jurusan Jaringan Komputer. Dengan berbekal nilai ijazah yang bagus Henny melamar pekerjaan.

Setelah ke sana kemari, sebuah perusahaan minimarket franchise di Tangerang, Banten memanggilnya. Usai melalui tes pertama, Henny dinyatakan lulus. Namun, diminta untuk menunggu panggilan selanjutnya.

Beberapa hari kemudian, Henny menerima telepon. Orang itu mengaku personalia dari perusahaan tempat dia test. Si penelepon mengatakan Henny dapat sebagai sales promotion girl (SPG) asal membayar Rp. 1 juta.

Henny terpana mendengar permintaan itu. “Uang itu untuk diberikan kepada pimpinan. Dan, ini bukan kamu saja. Semua yang lulus tes dan mau kerja, ya, harus kasih uang,” ujar Henny menirukan suara di seberang sana.

Henny pun menanyakan kepada rekannya yang barengan ikut tes. Ternyata memang benar. Beberapa hari kemudian teman Henny bekerja. Dia bersedia membayar uang yang diminta karena membutuhkan pekerjaan selepas meninggalkan bangku SMA. Sementara Henny tetap menganggur.

Gadis yang selalu mendapat rangking di sekolah itu tidak mampu membayar uang sogokan meski telah lolos tes. Dia menerima nasib karena memang tak mampu memberi suap kepada pihak ‘berwenang’. “Uang dari mana buat nyogok?” ujar anak dari seorang pembantu rumah tangga ini.

Dengan terpaksa Henny kembali mulai mengirimkan surat lamaran lagi. Namun, dia tidak mau mengajukan surat lamaran ke perusahaan minimarket franchise.

Dari teman-temannya dia mendapat informasi bahwa budaya suap harus dilakukan kalau mau bekerja sebagai SPG di perusahaan minimarket franchise .

Nasib baik

Lain halnya dengan Henny, Bengbeng kini sudah memperoleh penghasilan mapan. Setelah gagal bekerja sebagai karyawan di pabrik lain, Bengbeng memutuskan alih profesi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com