Bagi generasi milenial seperti Gio dan Lia, banyak tradisi yang tak lagi mereka jalankan karena keyakinan. Kebiasaan dari tahun ke tahun, justru lebih lekat terasa.
Lia, misalnya, mengaku "ketagihan" dengan nuansa Imlek. Terlebih lagi ada banyak makanan favorit yang melimpah ruah pada saat itu.
Setiap Imlek, sebut dia, akan tersedia hidangan khas seperti siue mi (mi panjang), berbagai hidangan ayam dan babi, kue keranjang dan lapis legit, serta jeruk mandarin. Bahagia di hati, perut pun kenyang.
“Kebiasaannya tiap tahun begitu. Sambil ngobrol, dikasih angpau, ngemil kacang dan kue-kue. Paling kalau yang sempat, besoknya kumpul lagi di rumah saudara lain yang dituakan. Jadi misalnya di rumah adeknya nenek gue, kumpul lagi, makan-makan lagi,” tutur Lia sambil tertawa.
Nuansa tradisi dan momentum yang terasa pas buat berkumpul sekeluarga besar, juga dirasakan Gio. Meski keluarganya beragama Islam, mereka justru tak pernah lengkap bertemu keluarga besar pada Idul Fithri.
“Gue dapat uang pas imlek, bukan lebaran, karena Islam jadi minoritas di keluarga gue," ujar Gio memberi contoh.
Seperti di keluarga lain yang merayakan, Gio dan keluarga besarnya selalu mengawali perayaan Imlek dengan makan besar bersama keluarga pada malam menjelang Imlek. Sesi favorit bagi-bagi angpau akan terjadi setelah itu.
Malam akan mereka akhiri bersama dengan menyalakan kembang api. Dari kanak-kanak hingga bekerja, Gio mendapati keriangan Imlek semacam itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.