Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Djarot Pertanyakan Konsistensi Anies soal Reklamasi Teluk Jakarta

Kompas.com - 27/01/2017, 21:53 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Djarot Saiful Hidayat, menanyakan sikap calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan, terkait reklamasi Teluk Jakarta.

Pertanyaan itu diungkapkan pada segmen keempat debat publik kedua di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017) malam.

"Pak Anies, saya kemarin mendengar ada inkonsistensi terkait kebijakan program reklamasi. Di satu sisi, Pak Anies menyampaikan reklamasi nanti akan dikaji, di satu sisi nanti akan dihentikan. Tolong jelaskan ke kami kalau kebijakan bagaimana untuk mengkaji dan bagaimana untuk menghentikan," kata Djarot.

Pertanyaan Djarot dijawab oleh pasangan Anies, Sandiaga Uno. Menurut Sandi, masalah reklamasi pada dasarnya merupakan masalah keadilan.

Adapun kebijakan reklamasi yang dijalani pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot dianggap Sandi tidak terbuka dan tidak berkeadilan, bahkan jauh dari komitmen transparansi.

"Di mana nelayan tidak pernah dipikirkan dampaknya. Sudah ada bukti di pengadilan dan sudah divonis. Bagi kami, ini adalah harga mati bahwa kami harus hadirkan kembali keadilan di Jakarta," tutur Sandi.

Selain itu, Sandi juga menyinggung dalam program reklamasi, pasti ada sengketa. Penyelesaian sengketa itu ditempuh melalui sebuah badan yang aturannya tertuang dalam Undang-Undang.

Proses penyelesaian sengketa itu yang disebut Sandi harus berpihak pada masyarakat, terutama nelayan sebagai pihak yang paling terdampak dari kebijakan reklamasi.

Anies ikut menekankan tujuan reklamasi dengan mempertanyakan reklamasi untuk siapa. Jika untuk kepentingan publik, maka tidak ada masalah. Namun, ketika reklamasi lebih condong pada kepentingan pihak pengembang atau kegiatan komersial, maka itu jadi pertanyaan besar.

"Ada belasan hingga 20.000 nelayan di pesisir utara Jakarta yang kini hidupnya berubah karena reklamasi. Kami akan melakukan semua agar warga Jakarta terlindungi," ujar Anies.

Pernyataan tersebut ditanggapi lagi, kali ini oleh Basuki. Menurut Basuki, reklamasi yang dia lakukan adalah meneruskan dari masa kepemimpinan Presiden Soeharto medio 1990.

"Ketika kami lihat izin (reklamasi) tidak bisa dibatalkan, kami berpikir bagaimana mendapatkan kontribusi tambahan untuk membantu membangun nelayan," ucap Basuki.

Dia menjelaskan, setiap pulau yang direklamasi, 100 persen sertifikatnya atas nama Pemda DKI Jakarta. Bagian dari pulau yang bisa dijual kepada pengembang adalah lima persen.

Juga ada 15 persen dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) setiap tahun yang menjadi pendapatan bagi Pemda DKI. Basuki menghitung, pendapatan dari reklamasi selama sepuluh tahun jika ada pengembang yang membangun di sana, bisa mencapai Rp 128 triliun.

Pendapatan itu dalam bentuk kontribusi pihak pengembang yang telah diatur sebelumnya.

"Artinya, tanggul kita selesai, rumah susun kita selesai, tempat penampungan ikan nelayan selesai, dan termasuk semua rumah susun kita selesai. Ini yang kami namakan bagaimana mengadministrasi keadilan sosial, bukan soal win-win solution. Mau win-win atau apa, yang diutamakan adalah rakyat. Makanya jangan heran, kami dapat penghargaan Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Indonesia," sebut Basuki.

Anies yang kemudian diberi kesempatan menanggapi, menganggap pencapaian IPM tertinggi tidak aneh karena hampir di semua negara, Ibu Kotanya selalu mendapatkan hal seperti itu. Justru Anies menyinggung tentang pertumbuhan di Jakarta yang paling rendah se-Indonesia.

"Ternyata, di Jakarta ini dibandingkan daerah lain, pertumbuhannya paling rendah. Artinya, tingginya itu warisan, bukan hasil karya sendiri. Itu catatan ya," kata Anies.

Anies juga menilai tidak perlu melanjutkan reklamasi sebagai warisan masa lalu kalau tidak baik. Dia pun menyamakan dengan budaya korupsi yang sudah ada sejak masa lalu dan tidak harus diteruskan sampai sekarang.

Kompas TV Nelayan Minta Menko Kemaritiman Tidak Teruskan Proyek Reklamasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com