JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama menilai, banyak kejanggalan atas kesaksian Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, Selasa (31/1/2017).
"Dari yang dijelaskan Ketua MUI, banyak yang janggal," ujar tim kuasa hukum Basuki, Humphrey Djemat, usai persidangan di Kementrian Pertanian, Ragunan, Selasa.
Humphrey pun sudah merangkum kejanggalan-kejanggalan tersebut. Ma'ruf merupakan salah satu saksi yang diperiksa dalam persidangan kemarin.
Selain Ma'ruf, Komisioner KPU DKI Dahlia Umar dan saksi pelapor Ibnu Baskoro juga diperiksa sebagai saksi.
Laporan masyarakat sebelum video viral
Hal pertama yang janggal terkait mekanisme MUI dalam menindaklanjuti laporan masyarakat.
Dalam sidang, Ma'ruf mengatakan, MUI menerima banyak laporan dari masyarakat terkait pidato Basuki atau Ahok di Kepulauan Seribu.
Laporan itu, kata Ma'ruf, sudah mulai masuk sejak 28 September 2016. Sementara itu, kunjungan Ahok ke Kepulauan Seribu adalah 27 September 2016.
"Kemudian dia mengatakan sejak tanggal 1 Oktober sudah ada instruksi untuk melakukan investigasi dan penelitian. Ini sangat kami ragukan," ujar Humphrey.
Sebab, video Ahok di Kepulauan Seribu baru viral pada 5 Oktober. Humphrey menilai tidak mungkin ada warga yang melapor ke MUI sebelum video tersebut viral.
"Tidak mungkin juga langsung ada laporan sesaat setelah Pak Ahok pidato," ujar Humphrey.
(Baca juga: Kejanggalan-kejanggalan Fatwa MUI Menurut Kuasa Hukum Ahok)
Dia juga tidak terima jika Ma'ruf menyebut warga Kepulauan Seribu ikut melapor. Humphrey mengaku tahu warga pulau tidak akan melakukan itu kepada Ahok.
MUI mengeluarkan keputusan pendapat dan sikap keagamaan untuk menyikapi kasus dugaan penodaan agama.
Dalam pendapat dan sikap keagamaan itu, MUI menyatakan Ahok melakukan penistaan agama dan ulama. Keputusan itu keluar setelah 4 komisi dalam MUI melakukan pembahasan.
Simpulkan Ahok menghina ulama meski belum tonton videonya
Kejanggalan lain, kata Humphrey, mengenai pernyataan Ma'ruf yang menyebut Ahok melakukan penghinaan terhadap ulama. Humphrey merasa pernyataan itu janggal.
Sebab, Ma'ruf sendri tidak menonton video pidato tersebut. "Waktu kami tanya, Pak Ma'ruf sama sekali tidak tonton video 1 jam 48 menit," ujar Humphrey.
Selain itu, kata Humphrey, MUI tidak melakukan klarifikasi apa pun terhadap Ahok. Dengan alasan, perkataan Ahok dinilai sudah cukup jelas sehingga tidak perlu lagi diklarifikasi.
Selain itu, kata Humphrey, ucapan Ahok yang disoroti oleh MUI hanya terkait Al Maidah. MUI tidak menyoroti konteks pembicaraan Ahok secara keseluruhan.
Bertemu dengan paslon nomor 1
Humphrey juga melihat kejanggalan dalam kesaksian Ma'ruf saat ditanya soal hubungannya dengan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Humphrey mengatakan, sudah jadi pengetahuan umum bahwa Ma'ruf pernah menjadi Dewan Pertimbangan Presiden di era SBY, tetapi Ma'ruf tidak menuliskannya di kolom riwayat pekerjaan saat keterangannya di-BAP.
"Intinya jadi wantimpres dua periode, hubungan mereka enggak perlu diragukan," ujar Humphrey.
Ia juga menilai Ma'ruf berkelit dalam menjawab sejumlah pertanyaan mengenai pertemuannya dengan pasangan calon nomor satu, Agus Yudhoyono-Sylviana Murni.
(Baca juga: Ketua MUI Keberatan Dianggap Dukung Agus-Sylvi)
Ma'ruf bertemu Agus dan Sylvi dalam kaitannya sebagai Rois Aam PBNU. Dalam kesaksiannya, Ma'ruf awalnya mengaku hanya kebetulan bertemu Agus dan Sylviana.
Pertemuan itu bukan berarti mendukung pasangan nomor 1. "Tapi kan sudah jadi berita di mana-mana dia beri dukungan ke paslon 1, kemudian dia bilang dukungan itu hanya untuk membuat senang orang yang datang sebagai tamu saja," ujar Humphrey.
Lalu, jawaban Ma'ruf juga berbeda ketika ditanya soal waktu pertemuan. Awalnya, Ma'ruf mengaku menerima keduanya sebelum Ahok berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September.
Setelah dibuktikan kuasa hukum, ternyata terbukti pertemuan terjadi pada 7 Oktober. Humphrey pun mencurigai waktu pertemuan ini.
Sebab, jaraknya begitu dekat dengan keluarnya keputusan pendapat dan sikap keagamaan MUI yaitu 11 Oktober.
"Perubahan jawaban ini memperlihatkan dia mencoba menutupi. Sebagaimana dalam riwayat pekerjaannya tidak disebut wantimpres padahal kan ini pekerjaan penting," ujar Humphrey.
"Satu hal yang penting juga kenapa hanya paslon no 1 yang diterima? Dua dan tiga tidak. Menurut dia setelah kejadian itu, enggak mau menerima lagi," kata Humphrey.
Telepon SBY
Kuasa hukum Ahok lantas mengaku punya bukti bahwa Ma'ruf menerima telepon dari SBY pada 6 Oktober 2016 pada pukul 10.16 WIB.
Dalam pembicaraan telepon itu, kata Humphrey, SBY meminta dua hal. "Pertama, tolong terima Agus di kantor PBNU. Kedua, tolong buatkan fatwa tentang penistaan agama oleh Ahok," ujar Humphrey.
Menurut kuasa hukum, telepon SBY akan menjawab alasan pertemuan Agus-Sylvi dengan Ma'ruf yang berdekatan dengan keluarnya sikap keagamaan MUI terkait kasus penodaan agama.
(Baca juga: Sekjen PPP: Dari Mana Ahok Tahu SBY Telepon Ketua MUI? Sadapan?)
Dalam sidang, Ma'ruf berkali-kali menyatakan itu tidak benar. Ma'ruf juga sempat diingatkan atas konsekuensi memberikan keterangan yang salah dalam persidangan.
Akhirnya, hakim meminta kuasa hukum untuk memberikan bukti telepon tersebut nanti.
"Majelis hakim minta ke kuasa hukum soal komunikasi Pak SBY dengan Ma'ruf Amin pada hari Kamis 6 Oktober, sehari sebelum dia menerima paslon no 1 di kantornya," ujar Humphrey.