“Alasannya bukan cuma satu, melainkan seribu. Mereka menyatakan tidak bisa mendukung kegiatan anak belajar karena mereka butuh uang. Kalaupun ingin, mereka juga tidak bisa mengajarkan di rumah,” tuturnya.
Sering kali Ratna mendapatkan kalimat “Ibunya saja tidak sekolah, bagaimana bisa mengajarkan anaknya. Sudahlah Rat, mereka cari uang saja,” tiru Ratna.
Pelan-pelan, Ratna memotivasi mereka. ia menjadikan dirinya sendiri model contoh. Harapannya, keluarga pemulung itu bisa terinspirasi.
“Jangan sampai kelas 5 SD bukannya di sekolahkan malah disuruh nikah dan berumah tangga. Mereka masih punya cita-cita. Saya mau menularkan semangat belajar pada mereka,” kata Ratna.
Kilas balik
Ratna adalah anak ketiga dari Pasangan Alm. Sukar dan Titin. Semasa hidup, ayahnya adalah seorang pemulung dan ibunya adalah tukang urut. Keluarga Ratna hidup serba kekurangan.
Sebelum tinggal di Jakarta, mereka menetap di Karawang, tempat ayahnya memulai pekerjaan sebagai pengumpul barang bekas dan sampah plastik kemasan.
Waktu masih di Karawang, rumah tempat keluarganya tinggal adalah satu-satunya yang belum dipasangi listrik. “Bukan karena berada di pedalaman, tetapi memang tidak ada biaya,” ujarnya.
Dari situ Ratna, beserta kakak dan adiknya hidup prihatin. Masa-masa sekolah dasar (SD) dihadapinya dengan penuh keterbatasan.
Hingga sampailah saat ayahnya memutuskan untuk tinggal di lapak pemulung Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Hidup tak banyak berubah, kata Ratna. Namun, pendapatan yang dihasilkan ayahnya bisa dipakai untuk menyekolahkan kakak dan adiknya, kecuali dia. Setelah pindah ke Jakarta, Ratna diasuh dan tinggal bersama orang lain.
“Orangtua tidak mau saya tinggal di lapak pemulung, khawatir dengan pergaulannya,” ujarnya.
Jadilah Ratna memiliki orangtua angkat dan tinggal d Pondok Labu, Jakarta Selatan. Ia disekolahkan dengan model homeschooling dan mendapat penghidupan layak.
Berkenalan dengan MAI
Memiliki orangtua angkat, tak membuat Ratna lupa akan keluarganya. Hampir tiap minggu, ia mendatangi lapak pemulung di mana keluarganya tinggal. Kebetulan, ia memilih tempat mengaji dekat dengan lokasi itu, yayasan MAI.
“Di sana saya mengaji dan ikut mengajar anak-anak yang tidak mampu bersekolah di tempat formal,” ujarnya.
Begitu lah masa remajanya yang dihabiskan dengan belajar dan mengajar. Hingga ia mendapat kabar bahwa ayahnya sakit parah.
Ratna yang baru saja menyelesaikan SMA itu minta izin pada orangtua angkat untuk tinggal kembali bersama orangtua kandungnya. Ia ingin merawat sang ayah.
Selama ayahnya sakit, keluarga Ratna tak lagi tinggal di lapak pemulung. Mereka menyewa kontrakan kecil dekat sana.