JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Oktober 2016, Sumarsono menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta. Sejak saat itu, hampir setiap pagi Sumarsono menerima aduan dari masyarakat.
Sumarsono mengungkapkan, aduan warga yang paling banyak dia terima adalah mengenai sengketa tanah. Sejumlah warga, kata Sumarsono, meminta bantuan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
"Soal tanah, paling tinggi juga (pengaduannya). Biasanya sudah inkrah kasus hukum tapi pemda lambat bayar. Atau kejelasan status. Tanah rakyat diserobot pihak lain atau tanah orang lain diduduki orang lain," ujar Sumarsono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
(Baca: Sumarsono Akui Sulitnya Selesaikan Pencatatan Aset Pemprov DKI)
Selain itu, Sumarsono mengatakan bahwa aduan dari pekerja harian lepas (PHL) merupakan aduan terlama yang dia terima. Pada Januari 2017, banyak PHL yang mengadu kepada Sumarsono soal kontrak mereka yang tak diperpanjang dan dugaan adanya kecurangan dalam sistem perekrutan.
"Kalau minggu lalu minggu-minggu PHL (mengadu). Ini kan dipecat udah lama (kerja) dan dia nggak terima. Saya dengerin beberapa menit. PHL paling lama (pengaduannya)," ujar Sumarsono.
Masalah sewa rumah susun juga menjadi persoalan yang paling banyak diadukan kepada Sumarsono.
Keluhan yang dia dapat terkait konflik Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) serta penghuni rusunawa yang tak bisa membayar uang sewa rusun mereka.
Warga yang minta pekerjaan hingga kursi roda juga sempat dilayani Sumarsono. Menurut Sumarsono, yang unik adalah saat ada warga yang mengadu soal rumah tangganya.
"Ada yang mengadu masalah perceraian. Konsultasi suaminya marah sampai ditelantarkan, ada yang bilang nggak dapat duit dari suami. Anaknya nggak sekolah, pokoknya ada intimidasi," ujar Sumarsono.
(Baca: Sumarsono: Pilkada DKI Serasa Pilpres)
Ada juga undangan-undangan untuk menghadiri acara keagaman dan sunatan yang diterima. Seluruh persoalan itu, lanjut dia, langsung ditindaklanjuti oleh dinas terkait.
Sumarsono memberikan batas waktu tiga hari bagi dinas untuk menindaklanjuti pengaduan-pengaduan itu.
"Tindak lanjut biasanya ke kepala dinas, jadi nggak hanya lisan, jadi putusannya di dinas masing-masing," ujar Sumarsono.