Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandiaga: Salah, Naikkan UMR sebagai Solusi Kenaikan Harga Bahan Pokok

Kompas.com - 07/02/2017, 20:50 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Sandiaga Uno, mengkritik kebijakan menaikkan upah minimum regional (UMR) sebagai solusi kenaikan harga bahan pokok.

Sandiaga mengemukakan hal itu saat menjawab pertanyaan Jacob, salah satu peserta diskusi yang diselenggarakan Cre8 di Workspace PIK Avenue, Jakarta Utara, Selasa (7/2/2017).

Jacob saat itu menanyakan soal fenomena kenaikan harga bahan pokok setiap tahun.

"Beberapa tahun terakhir selalu naik, bukan cabai saja. Bahan pokok lain juga. Kemudian, solusi permerintah naikkan UMR. Mohon diberikan penjelasan," tanya Jacob.

Sandiaga menjawab bahwa menaikkan UMR sebagai solusi merupakan kebijakan yang keliru.

"Apakah kuncinya menaikkan UMR? Salah besar, percuma. Kayak kita ditempelin wortel di kepala. Kita lari ke mana pun enggak kekejar wortelnya karena ada di atas kepala kita. UMR mau dinaikkan semana pun juga, tetapi biaya hidup naik, enggak akan tercipta kesejahteraan," kata Sandiaga.

Ia mengibaratkan situasi kenaikan harga bahan pokok itu seperti keledai terperosok di lubang yang sama. Sebab, setiap tahun, hal itu terus terjadi tanpa ada solusi konkret.

Soal kenaikan harga bahan pokok seperti cabai, kata Sandiaga, pemerintah kerap beralasan tak bisa memprediksi cuaca. Padahal, kata Sandiaga, ada solusi konkret daripada beralasan tak bisa memprediksi cuaca.

Menurut dia, ada dua solusi konkret, yakni mengamankan pasokan dan memotong rantai distribusi.

"Harus ada terobosan untuk amankan pasokan. Cabai dan daging sapi itu kuncinya adalah perkulakan. Itu belum kebangun," ujar Sandiaga.

Ia mengatakan, Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah mencoba membuat sistem perkulakan. Namun, menurut Sandiaga, hal itu belum terwujud.

"Rata-rata pemprov melemparkan (masalah harga bahan pokok) ke pemerintah pusat, ah ini salah pemerintah pusat, padahal itu wadahnya mereka," kata dia.

Daripada menyalahkan pemerintah pusat, Sandiaga memilih untuk menghadirkan solusi konkret.

Solusi kedua adalah menyederhanakan rantai distribusi. Saat ini, kata Sandiaga, ada sembilan lapisan untuk rantai distribusi bahan pokok, dan sistem tersebut tak transparan.

"Kenapa untuk kelompok petani sangat sedikit untuk nilai tambah, sementara yang huge (besar) di tingkat pedagang semi atau pengepul besar? Mereka sampai 20-30 persen," ujar Sandiaga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com